Kerusuhan Mei 1998 Fakta, Data & Analisa : Mengungkap Kerusuhan Mei 1998 Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

Pengungkapan Kerusuhan Mei 1998 secara tuntas merupakan utang sejarah bangsa Indonesia. Karena pada peristiwa Mei 1998 telah menelan ribuan korban jiwa,menggoncangkan dunia dan mencoreng keberadaan bangsa Indonesia.

Kejadian Mei 1998 sudah 15 tahun berlalu. Berjalannya waktu ternyata tidak membuat orang lupa dengan kejadian yang memakan banyak korban tersebut. Kejadian Mei 1998 ditempatkan pada sebuah titik sejarah hitam bagi perjalanan bangsa Indonesia.

Korban berjatuhan dengan jumlah ribuan orang. Kerugian materi, fisik maupun psikis sama sekali tidak dapat dihindari. Indonesia porak poranda setelah kejadian Mei 1998. Namun, sampai saat ini tidak terungkap siapa dalang dibalik kejadian Mei 1998.

Kenyataan ini membuat banyak orang meluapkan opini mereka tentang Mei 1998 yang sampai saat ini masih dipertanyakan kebenarannya. Ketidakjelasan dalang dibalik kejadian Mei 1998 ini membuat masyarakat terutama keluarga korban masih tidak dapat menerima dan terus menuntut ditegakkannya keadilan bahkan sampai setelah 15 tahun kejadian tersebut berlalu.

Kejadian Mei 1998 terus mengundang pertanyaan dibenak masyarakat. Hal ini membuat masyarakat semakin haus dan liar.

Banyak gelembung-gelembung opini yang akhirnya muncul ke permukaan mengenai

MUSEUM TRAGEDI MEI 1998 DI JAKARTA
Jessica Julianti dan Rony Gunawan S., ST., MT. Prodi Arsitektur, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya E-mail: jessicajulianti07@gmail.com; rgsunaryo@gmail.com JURNAL eDIMENSI ARSITEKTUR Vol. II, No. 1, (2014) 52-59 53 kejadian Mei 1998.

Apa penyebab yang sebenarnya? Apakah krisis moneter dan kesenjangan sosial? Apakah benar isu rasialisme yang melanda? Ataukah politik terselubung? Pertanyaan-pertanyaan ini selalu muncul setiap tahun peringatan Mei 1998 disertai dengan membumbungnya opini masyarakat.

Sampai saat ini, masyarakat masih cenderung percaya dengan adanya pembelokan fakta masa lalu bahwa kejadian Mei 1998 terjadi karena isu rasialisme.

Terlepas dari semua hal mengenai kejadian Mei 1998, terdapat realita dimana museum saat ini layak menjadi sorotan.

Kurangnya pengembangan museum sebagai wadah pembelajaran sejarah turut menjadi pertimbangan penting dalam penentuan proyek museum.

Museum saat ini mulai ditinggalkan pengunjung karena dianggap kuno dan tidak mampu lagi menarik minat pengunjung sehingga perlu diadakannya perubahan bangunan museum untuk dapat kembali menjadi media pembelajaran yang lebih baik.

Pemilihan proyek museum ini mencoba mengubah museum dari sekedar tempat display benda sejarah menjadi bangunan yang mampu bercerita melalui desain arsitekturalnya.

Adanya semua hal yang melatarbelakangi proyek Museum Tragedi Mei 1998 ditarik dalam sebuah topik dimana museum akan dikemas untuk menceritakan kejadian Mei 1998 sebagai bukti perjuangan menuju Reformasi.

Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei-15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain.

Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Hal inipun mengakibatkan penurunan jabatan Presiden Soeharto, serta pelantikan B. J. Habibie.

Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa—terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa[1].

Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Medan dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut[2][3].

Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia.

Tak hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita Martadinata Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya.

Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis. Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan “Milik pribumi” atau “Pro-reformasi” karena penyerang hanya fokus ke orang-orang Tionghoa.

Beberapa dari mereka tidak ketahuan, tetapi ada juga yang ketahuan bukan milik pribumi. Sebagian masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan peristiwa Kristallnacht di Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal yang sistematis atas mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.

Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang dianggap kunci dari peristiwa kerusuhan Mei 1998.

Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak dapat ditemukan atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, tetapi pernyataan ini dibantah oleh banyak pihak.

Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini.

Namun umumnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap orang Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi apakah kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.

Sejarah Istana Bogor: Dibangun oleh Belanda & Sempat Hancur Akibat Gempa 1834

HISTORY
Kamis, 18 April 2024 14:00 WIB

Jakarta – Istana Bogor atau yang sering disebut Istana Kepresidenan merupakan bangunan yang dipakai oleh pemerintah Indonesia sebagai kantor urusan kepresidenan. Istana Bogor juga menjadi kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.

Namun, tahukah kamu bahwa istana ini dulunya dibangung oleh pejabat tinggi Belanda?
Istana Kepresidenan Bogor berada di Jalan Ir. H. Juanda No.1, Kelurahan Paledang, Kecamatan Kota Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jaraknya kurang lebih 60 kilometer dari Ibu Kota Jakarta.

Istana ini menempati lahan seluas sekitar 28.86 hektar dan berada di ketinggian 290 meter dari permukaan laut. Letaknya yang berada di Bogor, membuat istana memiliki udara yang tergolong selalu bersih dan segar.

Dibangun oleh Pejabat Tinggi Belanda untuk Tempat Istirahat

Dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara, Istana Kepresidenan Bogor dulunya bukanlah sebagai kantor pemerintahan pejabat tinggi. Pada masa pendudukan Belanda, orang-orang Belanda yang bekerja di Batavia (Jakarta) mencari tempat untuk dihuni sebagai tempat istirahat.

Orang-orang Belanda menganggap bahwa kota Batavia terlalu ramai dan panas, sehingga mereka perlu mencari tempat yang sejuk di luar Batavia.

Hal ini juga dilakukan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada masa itu yakni G.W. Baron van Imhoff (1745-1750). Ia turut mencari tempat peristirahatan di luar Batavia.

Akhirnya, ia berhasil menemukan sebuah tempat yang strategis di sebuah kampung bernama Kampong Baroe, pada 10 Agustus 1744.

Lokasi tersebut kemudian dipilih oleh Gubernur Jenderal van Imhoff untuk dibangun sebuah tempat peristirahatan. Pembangunan bangunan bakal istana sendiri dimulai pada 1745.

Diberi Nama Buitenzorg & Sketsa Mirip Istana di Inggris

Nama Istana Bogor bukanlah nama yang dipakai sejak awal. Gubernur Jenderal van Imhoff kala itu memberi nama yakni Buitenzorg, yang artinya bebas masalah/kesulitan.

Penamaan Buitenzorg ini juga termasuk wilayah perkampungan di sekitarnya, yang kini dikenal sebagai kota Bogor.

Tak hanya memberi nama, dia juga memikirkan bentuk bangunannya akan seperti apa. Gubernur Jenderal van Imhoff membuat sketsa bangunan dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Marlborough, dekat kota Oxford di Inggris.

Pejabat tinggi pemerintahan Belanda tersebut memang dikenal sebagai orang yang rajin membangun gedung. Sayangnya, untuk pembangunan Buitenzorg, ia tak bisa mendampingi sampai selesai.

Sebab, masa jabatannya sebagai Gubernur Jenderal berakhir pada 1750. Ia diganti oleh Gubernur Jenderal Jacob Mossel (1750-1761).

Sempat Hancur karena Perang dan Gempa Bumi 1834

Pada 1750-1754, Istana Buitenzorg yang belum rampung dibangun sepenuhnya, justru mengalami rusak berat. Penyebabnya adalah pemberontakan perang Banten di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang.

Kala itu, pasukan-pasukan Banten menyerang Kampong Baroe dan membakarnya. Namun, pemberontakan itu berakhir dan mereka terpaksa harus tersingkir dan bahkan perang tersebut mengakibatkan Kesultanan Banten menjadi rampasan.

Nasib Istana Buitenzorg yang sudah rusak berat kemudian diperbaiki kembali dengan tetap mempertahankan arsitekturnya.

Pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Willem Daendels (1808-1811), salah satu bagian dalam Istana Buitenzorg mengalami perombakan, dengan memberikan penambahan lebar baik ke sebelah kiri maupun ke sebelah kanan gedung.

Perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826). Di tengah-tengah gedung induk didirikan menara dan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya, yang peresmiannya dilakukan pada 18 Mei 1817. Kebun Raya tersebut kini dikenal dengan Kebun Raya Bogor.

Setelah banyak perubahan, Istana Buitenzorg kembali dihadapkan pada kerusakan. Pada 10 Oktober 1834, terjadi gempa bumi dan membuat istana mengalami rusak berat.

Pembangunan Istana Buitenzorg Selesai pada 1861 dan Jadi Istana Presiden RI pada 1950

 

Setelah mengalami kehancuran akibat gempa, akhirnya bangunan sisa Buitenzorg dirobohkan dan dibangun kembali.

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist (1851-1856), istana dibangun dengan satu tingkat dan mengambil arsitektur Eropa Abad IX.

Selain itu, dibangun pula dua buah jembatan penghubung Gedung Induk dan Gedung Sayap Kanan serta Sayap Kiri yang dibuat dari kayu berbentuk lengkung.

Istana Buitenzorg baru selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861). Sembilan tahun kemudian, tepatnya pada 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda.

Namun, kala masa pendudukan Jepang dimulai, Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer secara terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang.

Tak lama berselang ,pada akhir Perang Dunia II, akhirnya Indonesia menyatakan kemerdekaannya dan Jepang bertekuk lutut kepada tentara Sekutu.

Sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) menduduki Istana Buitenzorg seraya mengibarkan Sang Saka Merah Putih.

Buitenzorg yang namanya kini menjadi Istana Kepresidenan Bogor diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia pada akhir 1949.

Baru setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia, tepatnya pada Januari 1950.

Sejarah Lubang Buaya dan Asal Usulnya, Mengapa Disebut Lubang Buaya?

HISTORY
Rabu, 17 April 2024 11:24 WIB

Jakarta – Sejarah Lubang Buaya dikenal sebagai tempat pembuangan tujuh jenazah korban pemberontakan G30S PKI. Seperti diketahui, aksi G30S PKI terjadi pada tanggal 30 September 1965.

Oleh karena itu, setiap tanggal 30 September diperingati sebagai Hari G30S PKI. Berikut penjelasan selengkapnya soal sejarah Lubang Buaya.

Sejarah Lubang Buaya, Ini Lokasinya

Lokasi Lubang Buaya berada di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Lubang Buaya menjadi tempat pembuangan perwira Angkatan Darat yang menjadi korban G30S PKI. Tubuh mereka dimaksukkan ke dalam lubang kecil, sehingga lebih dari satu orang menumpuk di dalamnya.

Para korban yang sudah dievakuasi dari Lubang Buaya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.

 

Sejarah Lubang Buaya dikenal sebagai tempat pembuangan tujuh jenazah korban pemberontakan G30S PKI. Aksi G30S PKI terjadi pada tanggal 30 September 1965.
Sejarah Lubang Buaya dikenal sebagai tempat pembuangan tujuh jenazah korban pemberontakan G30S PKI. Aksi G30S PKI terjadi pada tanggal 30 September 1965. (Foto: Agung Pambudhy)

Mengapa Disebut Lubang Buaya? Ini Asal Usulnya

Mengutip dari situs Perpustakaan Badan Standarisasi Nasional (BSN), lokasi tersebut diberi nama Lubang Buaya karena masyarakat sekitar mempercayai sebuah legenda yang menyebutkan ada banyak buaya putih yang hidup di dekat sungai kawasan tersebut. Para buaya itu juga membuat lubang sebagai tempat berkumpul. Oleh karena itu, lokasi tersebut dinamakan Lubang Buaya.

Lubang Buaya saat peristiwa G30S PKI adalah pusat pelatihan milik Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat ini, di tempat tersebut berdiri Lapangan Peringatan Lubang Buaya yang berisi Monumen Pancasila, sebuah museum hingga sumur kecil tempat para korban G30S PKI dibuang.

Selain itu, terdapat rumah yang menjadi tempat ke tujuh Pahlawan Revolusi disiksa dan dibunuh. Ada juga mobil jadul yang digunakan untuk mengangkut para korban pemberontakan G30S PKI.

Daftar Pahlawan Revolusi yang Dibuang di Lubang Buaya

Ada tujuh Pahlawan Revolusi yang menjadi korban pemberontakan G30S PKI. Setelah diculik, mereka disiksa, dibunuh, kemudian jenazahnya dimasukkan ke dalam Lubang Buaya secara bertumpuk. Adapun nama-nama tujuh Pahlawan Revolusi tersebut, di antaranya:

  • Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani
  • Mayor Jenderal Raden Soeprapto
  • Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono
  • Mayor Jenderal Siswondo Parman
  • Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan
  • Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo
  • Lettu Pierre Andreas Tendean.

Apakah 30 September 2022 Libur?

Setelah mengetahui sejarah Lubang Buaya, muncul pertanyaan apakah tanggal 30 September 2022 libur? Tanggal 30 September 2022 diperingati sebagai Hari G30S PKI. Berdasarkan SKB 3 Menteri Tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2022, tidak ada tanggal merah di bulan September 2022. Hal tersebut menandakan tanggal 30 September 2022 bukan tanggal merah, hanya diperingati sebagai Hari G30S PKI.

Kisah Pertama Kali Emas Ditemukan di Papua dan Masuknya Freeport

HISTORY
Selasa, 14 April 2024 14:20 WIB

Jakarta – pengambil alihan saham PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga 51% telah dimulai. Hal ini ditandai dengan penandatangan Head of Agreement (HoA) dalam rangka pengambilalihan saham PTFI kemarin.

Namun, patut diketahui adanya PTFI di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Adanya PTFI tak lepas dari penemuan salah satu satu tambang terbesar di dunia tersebut. Bagaimana ceritanya?

Hal itu bermula dari kejengkelan Jean Jacques Dozy yang saat itu membaca berita dari sebuah surat kabar. Saat itu, Dozy sedang berada di markas Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM), Babo, Papua Barat, pertengahan 1936.

Hal yang membuat jengkel Dozy kala itu ialah berita jika Jepang ingin mendaki Puncak Cartensz di Papua Barat. Kejengkelan itu beralasan, jika orang Jepang menjadi yang pertama mencapai Puncak Cartensz, bisa dipastikan mereka akan memperluas wilayah jajahannya.

Dia bersama dua rekannya, AH Colijn dan Franz Wissel tak ingin hal itu sampai terjadi.

“Sehingga disepakati bahwa mereka sebagai orang Belanda harus menjadi orang pertama yang mendaki Gunung Cartensz,” kata Greg Poulgrain dalam buku karyanya ‘The Incubus of Intervention, Conflicting Indonesia Strategies of John F Kennedy and Allen Dulles’ seperti pernah dikutip detikcom, Rabu (5/9/2017).

Dozy bekerja di NNGPM sebagai kepala ahli geologi minyak dan bumi. Sementara, Colijn adalah manajer anak perusahaan Royal Ducth Shell yang dalam ekspedisi ke Puncak Cartensz ditetapkan sebagai pemimpin rombongan.

Lalu, Wissel merupakan pilot angkatan laut Belanda yang kemudian bekerja di Perusahaan Minyak Batavia atau Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Dia ditempatkan di Kalimantan untuk melakukan pemetaan udara. Sebelum ekspedisi, terlebih dahulu dilakukan survei udara. Jalur ekspedisi direncanakan dari pesawat.

“Suatu hari ketika kami mendapat pesawat udara amfibi tua jenis Sikorsky, kami melakukan penerbangan pengintaian dan melihat pegunungan, dan perlahan-lahan, satu per satu rencana mulai dikembangkan,” kata Dozy kepada Poulgrain pada 1982.

Pada 23 Oktober 1936, Colijn dan Dozy meninggalkan Babo dengan Kapal Albatros menuju Aika, wilayah terisolir yang menjadi gudang Timah. Sementara Wissel menerjunkan pasokan logistik di Aika dengan dibantu sejumlah kuli pengangkut barang.

Mereka bertiga kemudian mendaki Puncak Cartensz. Ada 38 orang dari Kalimantan yang menemani ketiganya. Namun hanya beberapa yang kuat bertahan karena memang medan yang terjal.

Di ketinggian 4.000 meter, ketiganya yakni Dozi, Colijn dan Wissel mencapai padang rumput sesuai dengan yang mereka lihat saat survei melalui udara.

“Di situlah Dozy menemukan singkapan pegunungan yang dinamai Erstberg,” tulis Poulgrain.

Kepada Poulgrain, Dozy mengatakan bahwa, tidak ada batu lain di Erstberg kecuali bijih. Dalam kondisi basah dan dingin di ketinggian itu, bau bijih bisa dirasakan hingga di seluruh pedesaan bahkan saat gunung belum terlihat.

Sekitar dua kilometer dari Erstberg, Dozy dan kawan-kawan menemukan Gerstberg yang kemudian digambarkan sebagai tempat penyimpanan emas terbesar di dunia. Pada 5 Desember 1936 mereka bertiga mencapai Puncak Cartensz.

Selanjutnya, mereka kembali di Babo tepat pada 25 Desember 1936. Hasil temuan Dozy, Colijn dan Wissel tersebut kemudian disusun dalam sebuah laporan yang disimpan di salah satu perpustakaan di Belanda. Petinggi pemerintah Belanda maupun elite perusahaan minyak kala itu menyimpan rapat-rapat temuan tersebut.

Hingga pada 1959 Direktur Eksplorasi Freeport Sulphur Company, Forbes Wilson bertemu dengan Jan Van Gruisen, Managing Director Oost Maatchappij, perusahaan Belanda yang mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara.

Tonton juga ‘RI Siap Lahap 51% Saham Freeport, Jokowi Curhat Alotnya Negosiasi’:

Setahun kemudian Freeport melakukan ekspedisi ke Cartensz dipimpin Forbes Wilson & Del Flint. Mereka menjelajah Ertsberg. Wilson menuangkan hasil survei tersebut dalam buku berjudul, ‘The Conquest of Cooper Mountain’.

Menurut Poulgrain pengakuan bahwa Freeport mendapatkan laporan Dozy soal emas Papua dari perpustakaan di Belanda tidak benar.

“Orang yang membuat Forbes Wilson tertarik dengan temuan Dozy ya keluarga dekat Dozy,” kata dia saat bedah bukunya tersebut di Kantor LIPI, jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (5/9/2017).

Tahun 1967 pemerintah Indonesia dan Freeport Sulphur, yang kini menjadi Freeport McMoran menandatangani kontrak karya pertambangan pertama. Freeport mendapat hak melakukan penambangan di Irian Barat.

Mengupas Sejarah Konflik Laut China Selatan yang Panas

 

JAKARTA – Laut China Selatan merupakan salah satu wilayah perairan strategis dengan potensi sumber daya alam yang menggiurkan. Pada riwayatnya, kawasan tersebut telah banyak mendapat klaim dari negara-negara di sekitarnya dan saling diperebutkan.

Secara geografis, Laut China Selatan (LCS) berbatasan dengan beberapa negara. Sebut saja seperti China, Brunei, Filipina, Taiwan, Vietnam hingga Malaysia.

Pada garis besarnya, konflik Laut China Selatan menyeret sejumlah negara, termasuk China. Pada lawannya, Beijing menghadapi negara-negara seperti Taiwan, Filipina hingga Vietnam yang juga mengklaimnya.

Lebih jauh, apa sebenarnya yang mendasari sengketa Laut China Selatan (LCS) ini? Simak ulasannya berikut.

Sejarah Konflik Laut China Selatan

Mengulik Sejarah Konflik Laut China Selatan yang Panas
Laut China Selatan

Pada riwayatnya, Laut China Selatan (LCS) merupakan jalur pelayaran yang penting. Tak hanya itu, wilayah tersebut juga memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah.

Melihat ke belakang, awal mula konflik LCS bisa ditelusuri sejak 1279. Mengutip laman Beyond The Horizon, Selasa (2/1/2024), kala itu China menggambar peta wilayah pengaruhnya, termasuk memasukkan juga seluruh area Laut China Selatan.

Pada perkembangannya, kendali atas wilayah tersebut sempat berpindah-pindah. Salah satu momen terbesar dari sejarah konflik LCS terjadi pada 1947.

Waktu itu, China membuat sebuah peta Laut China Selatan dengan 9 garis putus-putus. Tak hanya itu, mereka juga mengajukan klaim bahwa wilayah yang masuk “sembilan garis titik” itu telah menjadi bagian teritorialnya.

Lebih jauh, pemerintah China waktu itu semakin memperkuat klaimnya atas dasar sejarah. Mereka menyebut haknya sudah ada sejak berabad-abad lalu ketika rangkaian pulau Paracel dan Spratly dianggap menjadi bagian integral dari China.

Kendati banyak ditentang, Beijing tetap kukuh mempertahankan klaim tersebut. Mereka bahkan sempat menolak untuk memperjelas batasan garis wilayahnya dan tidak menerima klaim dari negara-negara lainnya.

Sejak itu, ketegangan semakin meningkat di Laut Cina Selatan. Terlepas dari tindakan China, negara-negara lain di sekitar LCS jelas menolak klaim Beijing atas wilayah tersebut.

Setelahnya, mulai terjadi sejumlah gesekan dan pertempuran sebagai akibat dari konflik LCS ini. Masalah paling serius dalam beberapa dekade terakhir setidaknya melibatkan China dengan Vietnam dan Filipina.

Demikian ulasan mengenai sejarah konflik Laut China Selatan yang bisa diketahui.

Sejarah Candi Borobudur, Peninggalan Kerajaan Syailendra yang Jadi Warisan Dunia

History
Selasa, 09 April 2024 01:20 WIB

Jakarta – Candi borobudur dibangun sekitar abad ke 8-9 masehi, yakni pada masa kerajaan Syailendra. Salah satu peninggalan budaya terbesar di dunia ini terletak di Kota Magelang, Jawa Tengah.
Keberadaan candi Borobudur secara geografis terletak di antara beberapa pegunungan dan terdapat di sekitar aliran sungai Progo dan Elo.

Istilah Borobudur adalah ucapan yang sering diucapkan Buddha setelah adanya pergeseran bunyi, hingga menjadi Borobudur. Penjelasan lain pun mengatakan bahwa kata Borobudur berasal dari bara dan beduhur. Bara berarti vihara dan beduhur berarti tinggi.

Sejarah Candi Borobudur

Memuliakan Buddha Mahayana
Mengutip buku Kearifan Lokal Jawa Tengah: Tak Lekang Oleh Waktu oleh Retno Susilorini, dijelaskan bahwa filosofi dari bangunan candi Borobudur bisa dilihat dari relief Karmawibhangga yang menggambarkan kehidupan manusia dan memberikan petunjuk pendirinya yakni Raja Samaratungga yang berkuasa pada tahun 782-812 masehi.

Candi yang dibangun pada masa kejayaan Wangsa Syailendra dan didirikan oleh Samaratungga ini bertujuan untuk memuliakan Buddha Mahayana sebagai kepercayaan yang banyak dianut masyarakat pada waktu itu.

Penemuan dan Pemugaran Candi Borobudur

Penemuan candi borobudur sendiri berawal dari perjalanan yang dilakukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles ke kota Semarang.

Kala itu, ia menemukan informasi bahwa di kawasan Kedu (karesidenan yang meliputi Magelang), ada beberapa susunan batu bergambar yang ditutupi semak belukar.

Kemudian pada tahun 1835, Raffles mengutus Cornelius untuk meninjau dan membersihkan bangunan tersebut bersama Residen Kedu.

Adapun pemugaran bagian Arupadhatu (puncak candi) dilakukan oleh Theodore Van Erp pada tahun 1907-1911.

Pemugaran lanjutan dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan UNESCO pada tahun 1973 – 1983. Pemugaran yang dilakukan berfokus pada bagian candi di bawah arupadhatu yang dibersihkan dan dikembalikan ke posisi semula.

Bentuk Bangunan Candi Borobudur

Bangunan candi Borobudur dibedakan menjadi tiga bagian yakni Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.

1. Kamadhatu adalah bagian tingkat pertama hingga tingkat ketiga dari candi Borobudur. Bagian Kamadhatu memiliki relief karmawibhangga yang menggambarkan hukum pada umat manusia.

2. Rupadhatu adalah bagian tingkat keempat hingga keenam candi yang memiliki relief Lalitavistara dan Jatakamala yang menggambarkan kisah hidup sang Buddha.

3. Arupadhatu atau bagian atap candi tingkat ketujuh hingga kesepuluh. Pada bagian ini tidak ada relief namun memiliki banyak stupa yang menggambarkan pencapaian sempurna umat manusia.

Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia

Candi Borobudur ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO, pada konferensi 15 di Perancis, untuk ditinjau dan diawasi.

Untuk melakukan peninjauan secara khusus warisan dunia ini, pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran candi Borobudur yang diketuai oleh Prof. Ir. Roosseno. UNESCO pun menyediakan sebesar 5 juta dolar AS untuk pemugaran candi Borobudur.

Pemugaran tersebut kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1973 dan terjadi hingga tahun 1984. Kemudian pada tahun 1991, candi Borobudur secara resmi ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.

Sejarah Pembangunan Monas [Monumen Nasional]

Menomen ini terletak persis di Pusat Kota Jakarta. Tugu Monas merupakan tugu kebanggaan bangsa Indonesia, selain itu monas juga menjadi salah satu pusat tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga Indonesa baik yang dijakarta maupun di luar Jakarta. Tujuan pembangunan tugu monas adalah untuk mengenang dan mengabadikan kebesaran perjuangan Bangsa Indonesia yang dikenal dengan Revolusi 17 Agustus 1945, dan juga sebagai wahana untuk membangkitkan semangat patriotisme generasi sekarang dan akan datang.

Monas mulai dibangun pada bulan Agustus 1959. Keseluruhan bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Pada tanggal 17 Agustus 1961, Monas diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dan mulai dibuka untuk umum sejak tanggal 12 Juli 1975.

Tugu Monas punya ciri khas tersendiri, sebab arsitektur dan dimensinya melambangkan kias kekhususan Indonesia. Bentuk yang paling menonjol adalah tugu yang menjulang tinggi dan pelataran cawan yang luas mendatar. Di atas tugu terdapat api menyala seakan tak kunjung padam, melambangkan keteladanan semangat bangsa Indonesia yang tidak pernah surut berjuang sepanjang masa.

Bentuk dan tata letak Monas yang sangat menarik memungkinkan pengunjung dapat menikmati pemandangan indah dan sejuk yang memesona, berupa taman di mana terdapat pohon dari berbagai provinsi di Indonesia. Kolam air mancur tepat di lorong pintu masuk membuat taman menjadi lebih sejuk, ditambah dengan pesona air mancur bergoyang.

Di dekat pintu masuk menuju pelataran Monas itu juga nampak megah berdiri patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda. Patung yang terbuat dari perunggu seberat 8 ton itu dikerjakan oleh pemahat Italia, Prof Coberlato sebagai sumbangan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario di Indonesia.

Gagasan Pembangunan Monas

Gagasan awal pembangunan Monas muncul setelah sembilan tahun kemerdekaan diproklamirkan. Beberapa hari setelah peringatah HUT ke-9 RI, dibentuk Panitia Tugu Nasional yang bertugas mengusahakan berdirinya Tugu Monas. Panitia ini dipimpin Sarwoko Martokusumo, S Suhud selaku penulis, Sumali Prawirosudirdjo selaku bendahara dan dibantu oleh empat orang anggota masing-masing Supeno, K K Wiloto, E F Wenas, dan Sudiro.

Panitia yang dibentuk itu bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembangunan Monas yang akan didirikan di tengah lapangan Medan Merdeka, Jakarta . Termasuk mengumpulkan biaya pembangunannya yang harus dikumpulkan dari swadaya masyarakat sendiri.

Setelah itu, dibentuk panitia pembangunan Monas yang dinamakan ”Tim Yuri” diketuai langsung Presiden RI Ir Soekarno. Melalui tim ini, sayembara diselenggarakan dua kali. Sayembara pertama digelar pada 17 Februari 1955, dan sayembara kedua digelar 10 Mei 1960 dengan harapan dapat menghasilkan karya budaya yang setinggi-tingginya dan menggambarkan kalbu serta melambangkan keluhuran budaya Indonesia.

Dengan sayembara itu, diharapkan bentuk tugu yang dibangun benar-benar bisa menunjukan kepribadian bangsa Indonesia bertiga dimensi, tidak rata, tugu yang menjulang tinggi ke langit, dibuat dari beton dan besi serta batu pualam yang tahan gempa, tahan kritikan jaman sedikitnya seribu tahun serta dapat menghasilkan karya budaya yang menimbulkan semangat kepahlawanan.

Oleh Tim Yuri, pesan harapan itu dijadikan sebagai kriteria penilaian yang kemudian dirinci menjadi lima kriteria meliputi harus memenuhi ketentuan apa yang dinamakan Nasional, menggambarkan dinamika dan berisi kepribadian Indonesia serta mencerminkan cita-cita bangsa, melambangkan dan menggambarkan “api yang berkobar” di dalam dada bangsa Indonesia, menggambarkan hal yang sebenarnya bergerak meski tersusun dari benda mati, dan tugu harus dibangun dari benda-benda yang tidak cepat berubah dan tahan berabad-abad.

Namun, dua kali sayembara digelar, tidak ada rancangan yang memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan panitia. Akhirnya, ketua Tim Yuri menunjuk beberapa arsitek ternama yaitu Soedarsono dan Ir F Silaban untuk menggambar rencana tugu Monas. Keduanya arsitek itu sepakat membuat gambarnya sendiri-sendiri yang selanjutnya diajukan ke ketua Tim Yuri (Presiden Soekarno), dan ketua memilih gambar yang dibuat Soedarsono.

Dalam rancangannya, Soedarsono mengemukakan landasan pemikiran yang mengakomodasi keinginan panitia. Landasan pemikiran itu meliputi kriteria Nasional. Soedarsono mengambil beberapa unsur saat Proklamasi Kemerdekaan RI yang mewujudkan revolusi nasional sedapat mungkin menerapkannya pada dimensi arsitekturnya yaitu angka 17, 8, dan 45 sebagai angka keramat Hari Proklamasi.

Bentuk tugu yang menjulang tinggi mengandung falsafah “Lingga dan Yoni” yang menyerupai “Alu”sebagai “Lingga” dan bentuk wadah (cawan-red) berupa ruangan menyerupai “Lumpang” sebagai “Yoni”. Alu dan Lumpang adalah dua alat penting yang dimiliki setiap keluarga di Indonesia khususnya rakyat pedesaan. Lingga dan Yoni adalah simbol dari jaman dahulu yang menggambarkan kehidupan abadi, adalah unsur positif (lingga) dan unsur negatif (yoni) seperti adanya siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, merupakan keabadian dunia.

Bentuk seluruh garis-garis arsitektur tugu ini mewujudkan garis-garis yang bergerak tidak monoton merata, naik melengkung, melompat, merata lagi, dan naik menjulang tinggi, akhirnya menggelombang di atas bentuk lidah api yang menyala. Badan tugu menjulang tinggi dengan lidah api di puncaknya melambangkan dan menggambarkan semangat yang berkobar dan tak kunjung padam di dalam dada bangsa Indonesia.

Proses Pembangunan Monas

Pembangunan tugu Monas dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu tahap pertama (1961-1965), kedua (1966-1968), dan tahap ketiga (1969-1976). Pada tahap pertama pelaksanaan pekerjaannya dibawah pengawasan Panitia Monumen Nasional dan biaya yang digunakan bersumber dari sumbangan masyarakat.

Tahap kedua pekerjaannya masih dilakukan dibawah pengawasan panitia Monas. Hanya saja, biaya pembangunannya bersumber dari Anggaran Pemerintah Pusat c.q Sekertariat Negara RI. Pada tahap kedua ini, pembangunan mengalami kelesuan, karena keterbatasan biaya.

Tahap ketiga pelaksanaan pekerjaan berada dibawah pengawasan Panitia Pembina Tugu Nasional, dan biaya yang digunakan bersumber dari Pemerintah Pusat c.q Direktorat Jenderal Anggaran melalui Repelita dengan menggunakan Daftar Isian Proyek (DIP).

Ruang museum sejarah yang terletak tiga meter dibawah permukaan halaman tugu memiliki ukuran 80X80 meter. Dinding serta lantai di ruang itu pun semuanya dilapisi batu marmer. Di dalam ruangan itu, pengunjung disajikan dengan 51 jendela peragaan (diorama) yang mengabadikan sejarah sejak jaman kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia, perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia hingga masa pembangunan di jaman orde baru. Di ruangan ini pula, pengunjung juga dapat mendengar rekaman suara Bung Karno saat membacakan Proklamasi.

Ruang Kemerdekaan

Sementara di ruang kemerdekaan yang berbentuk amphitheater terletak di dalam cawan tugu, terdapat empat atribut kemerdekaan meliputi peta kepulauan Negara RI , Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika, dan pintu Gapura yang berisi naskah Proklamasi Kemerdekaan.

Di pelataran puncak tugu yang terletak pada ketinggian 115 meter dari halaman tugu memiliki ukuran 11X11 meter, pengunjung dapat mencapai pelataran itu dengan menggunakan elevator (lift-red) tunggal yang berkapasitas sekitar 11 orang.

Di pelataran yang mampu menampung sekitar 50 orang itu juga disediakan empat teropong di setiap sudut, dimana pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Jakarta dari ketinggian 132 meter dari halaman tugu Monas.

Lidah api yang terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton dengan tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter, terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Seluruh lidah api dilapisi lempengan emas seberat 35 kilogram, dan kemudian pada HUT ke-50 RI, emas yang melapisi lidah api itu ditambah menjadi 50 kilogram.

Sejarah Lawang Sewu Semarang, Ternyata Ini Alasan Jendela dan Pintu Dibuat Banyak

Minggu, 07 April 2024| 02:23 WIB

Di sana Anda dapat melihat berbagai koleksi, di antaranya koleksi Alkmaar, mesin Edmonson, mesin hitung, mesin tik, replika lokomotif uap, beberapa surat berharga, dokumentasi pemugaran gedung Lawang Sewu, dan perpustakaan buku-buku tentang kereta api.
Selain menjadi destinasi wisata sejarah, Lawang Sewu juga dapat disewa untuk kegiatan pameran, ruang pertemuan, pemotretan, shooting, pesta pernikahan, festival, Workshop, dan lain-lain.

Bandung Lautan Api: Sejarah dan Pengaruhnya dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Bandung Lautan Api adalah salah satu peristiwa bersejarah yang penuh dengan keberanian dan semangat perjuangan dalam perjalanan menuju kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada 24 Maret 1946 di Kota Bandung, Jawa Barat, dan memiliki pengaruh yang mendalam dalam perjalanan sejarah Indonesia. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi sejarah Bandung Lautan Api serta pengaruhnya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Latar Belakang

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, negara baru ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk usaha-usaha penjajah Belanda untuk merebut kembali kendali atas wilayah Indonesia. Perang Kemerdekaan Indonesia yang sering disebut sebagai Agresi Militer Belanda I dimulai pada tahun 1945. Konflik ini mencapai puncaknya saat Pasukan Belanda mencoba merebut kembali kota Bandung pada Maret 1946.

Peristiwa Bandung Lautan Api

Pada 24 Maret 1946, tentara Belanda yang kuat dengan dukungan senjata dan alat militer modern mendekati Kota Bandung, yang saat itu dikuasai oleh pejuang Indonesia. Walau dalam posisi yang sangat kurang persenjataan, pejuang Indonesia di bawah pimpinan Mayor General TNI Gatot Soebroto berjuang dengan gigih untuk mempertahankan kota ini.

Selama pertempuran yang berlangsung selama tiga hari, Kota Bandung menjadi saksi perlawanan heroik rakyat Indonesia. Pejuang-pejuang Indonesia menggunakan berbagai sumber daya yang mereka miliki, termasuk senjata tradisional, untuk melawan Pasukan Belanda yang jauh lebih kuat. Salah satu momen paling ikonik adalah ketika Mayor General TNI Gatot Soebroto memerintahkan pejuang untuk melemparkan selongsong granat ke dalam parit, menciptakan “lautan api” yang mengepung pasukan Belanda. Meskipun harus berjuang dalam kondisi yang sulit, pejuang Indonesia berhasil mempertahankan Kota Bandung.

Pengaruh dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Bandung Lautan Api memiliki pengaruh yang signifikan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pertama-tama, peristiwa ini menjadi simbol keberanian dan tekad pejuang Indonesia untuk melawan penjajahan. Kisah heroik para pejuang yang berjuang dengan sumber daya yang terbatas melawan musuh yang jauh lebih kuat menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia dan memperkuat semangat persatuan dan perjuangan.

Selain itu, Bandung Lautan Api juga menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat dan layak diakui sebagai bangsa yang merdeka. Perjuangan ini menjadi bagian dari upaya diplomatik yang mengarah pada Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, yang akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia.

Bandung Lautan Api adalah salah satu peristiwa bersejarah yang penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ini adalah cerminan dari semangat perjuangan dan ketahanan rakyat Indonesia dalam menghadapi penjajah. Peristiwa ini tidak hanya memengaruhi sejarah Indonesia, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak bangsa yang berjuang untuk meraih kemerdekaan mereka.

Benarkah Nenek Moyang Asli Suku Batak Berasal dari Asia Selatan?

Jumat 05 April 2024 02:30 WIB

APAKAH nenek moyang suku asli Batak berasal dari Asia Selatan akan dibahas dalam artikel kali ini. Suku Batak merupakan suku terbesar ketiga di Indonesia setelah Suku Jawa dan Sunda.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah masyarakat Batak mencapai 8.466.969 jiwa atau 3,58 persen dari seluruh masyarakat di Indonesia.

Suku Batak sendiri menjadi salah satu suku yang mendiami sebagian besar Sumatera Utara dan sekitarnya.

Saat ini, bahkan telah banyak masyarakat keturunan Batak yang mulai bermigrasi ke berbagai daerah di Indonesia untuk keperluan pendidikan ataupun pekerjaan.

Infografis Spot Ciamik Danau Toba

Berbicara soal asal-usul Suku Batak, terdapat banyak versi yang membuat kerancuan di masyarakat. Hal ini terjadi karena kurangnya catatan sejarah dan artefak terkait dengan hal ini.

Salah satu versi menyebutkan jika Suku Batak adalah penutur Bahasa Austronesia. Beberapa bukti menunjukkan jika orang berbahasa Austronesia telah berpindah dari Taiwan ke Filipina dan Indonesia sejak 2.500 tahun silam.

Namun dalam buku berjudul ‘Suku-Suku Bangsa di Sumatera’ karya Giyanto menyebutkan hal yang berbeda.

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa nenek moyang Suku Batak merupakan kelompok Proto Melayu atau Melayu Tua yang berasal dari Asia Selatan.

Mereka kemudian melakukan migrasi ke Indonesia melalui Sumatera dan melewati Semenanjung Malaya. Setelah tiba di Pulau Sumatera, mereka kemudian menetap di kawasan sekitar Danau Toba, Sumatera Utara dan membuat sebuah permukiman di daerah Sianjur Mula-Mula.

Seiring dengan berjalannya waktu, permukiman ini terus berkembang hingga menyebar ke daerah-daerah di sekitarnya. Hingga membuat masyarakat Batak tersebar tidak hanya di Sumatera Utara namun juga ke daerah-daerah lain di Pulau Sumatera.