HISTORY >>> Menjelajahi Sejarah Taj Mahal, Monumen Cinta dari India

Ilustrasi Taj Mahal (Pixabay)

Sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia, akan sangat menarik jika kita mengetahui sejarah Taj Mahal yang akan kita ulas dalam artikel kali ini.
Dalam buku The Mystery at Taj Mahal, diinformasikan bahwa Taj Mahal didirikan oleh penguasa Dinasti Mughal yakni Shah Jahan untuk mengenang istri ketiganya Mumtaz Mahal.

Fakta Sejarah Taj Mahal yang dibangun Shah Jahan

Ilustrasi Taj Mahal (pixabay)

Ilustrasi Taj Mahal (pixabay)
Taj Mahal adalah bangunan mausoleum megah yang terletak di Kota Agra, India. Bangunan ini dibangun pada abad ke-17 oleh Maharaja Mughal Shah Jahan sebagai bentuk penghormatan dan cinta yang mendalam kepada istrinya yang sudah meninggal, Mumtaz Mahal.
Berikut adalah beberapa poin penting mengenai sejarah Taj Mahal:
Asal Usul dan Pembangunan
Taj Mahal dibangun pada tahun 1632-1653 Masehi atas perintah Maharaja Mughal Shah Jahan. Pembangunan bangunan ini memakan waktu sekitar 22 tahun dan melibatkan ribuan pekerja dari berbagai wilayah di India dan luar negeri.
Maharaja Mughal Shah Jahan memerintahkan pembangunan Taj Mahal sebagai bentuk penghormatan dan cinta yang mendalam kepada istrinya yang telah meninggal, Mumtaz Mahal.
Mumtaz Mahal meninggal saat melahirkan anak ke-14 pada tahun 1631 dan dimakamkan di sebuah taman di dekat sungai Yamuna.

Arsitektur dan Desain

Taj Mahal didesain oleh seorang arsitek berkebangsaan Persia. Arsitektur bangunan ini merupakan perpaduan dari berbagai gaya arsitektur, seperti gaya Persia, Mughal, dan India.

Pentingnya Taj Mahal

Taj Mahal menjadi salah satu destinasi wisata paling terkenal di India dan menjadi warisan budaya dunia yang diakui oleh UNESCO. Bangunan ini dianggap sebagai contoh terbaik dari seni arsitektur Mughal yang indah dan mengagumkan.
Selain itu, Taj Mahal juga memiliki nilai sejarah yang penting. Bangunan ini mencerminkan masa kejayaan Kerajaan Mughal dan keindahan seni dan arsitektur di India pada masa itu.

Pemeliharaan dan Restorasi

Taj Mahal telah melewati berbagai tantangan sepanjang sejarahnya, termasuk serangan dan bencana alam. Namun, bangunan ini masih tetap tegak berdiri hingga saat ini.

Makam Shah Jahan dan Mahal

Bagian dalam dari Taj Mahal terdiri dari makam Shah Jahan dan Mumtaz Mahal yang diletakkan dalam dua kubah yang terpisah.
Makam Shah Jahan dan Mumtaz Mahal diletakkan di atas sebuah panggung marmer yang dihiasi dengan hiasan mozaik.
Sejarah Taj Mahal memberikan gambaran bagi kita bahwa bangunan megah ini memiliki nilai sejarah dan kebudayaan. Bangunan ini telah menjadi inspirasi bagi banyak seniman dan arsitek di seluruh dunia dan menjadi salah satu destinasi wisata paling populer di India.

HISTORY >> SERING DIKAITKAN DENGAN TEORI KONSPIRASI, APA ITU ILLUMINATI???

 

HISTORY – Illuminati sering kali dikatikan dengan sebuah organisasi yang menyembunyikan rahasia dan simbol-simbol tertentu.

Mereka disebut memiliki misi tersembunyi, bahkan memicu teori konspirasi global yang mengaitkannya dengan berbagai peristiwa.

Dan salah satu anggapan paling populer tentang Illuminati adalah, kelompok ini ingin membentuk New World Order atau tatanan dunia baru.

Apa itu Illuminati?

Dikutip dari laman Encyclopedia Britannica, Illuminati adalah istilah yang telah digunakan sejak abad ke-15, yang diasumsikan atau diterapkan pada berbagai kelompok orang yang mengaku mendapat pencerahan luar biasa.

Illuminati merupakan bentuk jamak dari bahasa Latin illuminatus yang bermakna “terungkap” atau “tercerahkan”.

Menurut penganutnya, sumber “the Light (cahaya)” tersebut dipandang berasal langsung dari sumber yang lebih tinggi atau karena kondisi kecerdasan manusia yang diperjelas dan diagungkan.

Alumbrados (bahasa Spanyol yang berarti “tercerahkan”) termasuk golongan pertama Illuminati yang muncul di Spanyol.

Sejarawan Spanyol Marcelino Menéndez y Pelayo pertama kali menemukan nama tersebut sekitar tahun 1492 (dalam bentuk aluminados, 1498). Salah satu pemimpin mereka yang paling awal adalah María de Santo Domingo, yang kemudian dikenal sebagai La Beata de Piedrahita.

Dari kelompok yang berbeda adalah Rosicrucian, yang mengaku telah ada sejak tahun 1422 tetapi baru mendapat perhatian publik pada 1537.

Ajaran mereka menggabungkan sesuatu dari Hermetisme Mesir, Gnostisisme Kristen, Kabbala Yahudi, alkimia, dan berbagai kepercayaan dan praktik okultisme lainnya.

Illuminati modern

Adam Weishaupt.
Lihat Foto Adam Weishaupt

Mungkin kelompok yang paling dekat hubungannya dengan nama Illuminati adalah gerakan pemikiran bebas yang didirikan pada 1 May 1776 oleh Adam Weishaupt.

Profesor hukum kanon di Ingolstadt dan mantan Jesuit bahkan disebut sebagai pelopor Illuminati. Para anggota perkumpulan rahasia ini menyebut diri mereka “Perfectibilists”.

Mengutip laman National Geographic, Weishaupt adalah keturunan Yahudi yang menjadi Kristen. Ia lahir pada 1748 di Ingolstadt, sebuah kota di Electorate of Bavaria (sekarang bagian dari Jerman).

Bavaria pada saat itu sangat konservatif dan Katolik. Weishaupt bukan satu-satunya yang percaya bahwa monarki dan gereja menindas kebebasan berpikir.

Yakin bahwa gagasan keagamaan tidak lagi menjadi sistem kepercayaan yang memadai untuk mengatur masyarakat modern, ia memutuskan untuk mencari bentuk “iluminasi” lain.

Pemikirannya menawarkan kebebasan dari segala prasangka agama, memupuk kebajikan sosial, dan menjiwainya dengan prospek kebahagiaan universal yang besar, layak, dan cepat.

Untuk mencapai hal tersebut, Weishaupt menganggap perlu menciptakan keadaan kebebasan dan kesetaraan moral, bebas dari hambatan subordinasi, pangkat, dan kekayaan.

Pada malam 1 Mei 1776, kelompok Illuminati bertemu di hutan dekat Ingolstadt untuk mendirikan golongannya dan menetapkan aturan-aturan yang akan mengatur tatanan tersebut.

Selama tahun-tahun berikutnya, perkumpulan rahasia Weishaupt berkembang pesat dalam hal ukuran dan keragaman.

Setelah Revolusi Perancis dimulai pada tahun 1789, Illuminati dituduh menginginkan pemberontakan serupa melawan rezim Bavaria.

Ditambah adanya konflik internal dalam kelompok tersebut yang menyebabkan beberapa anggota keluar.

Puncaknya terjadi saat ada mantan anggotanya yang membongkar rahasia melalui surat ke Grand Duchess of Bavaria.

Salah satu isinya menyatakan bahwa Illuminati berkonspirasi melawan Bavaria atas nama Austria.

Konferensi Meja Bundar: Latar Belakang, Tujuan, dan Hasilnya

Jakarta, HISTORY — Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dalam bahasa Belanda disebut dengan Nederlands-Indonesische rondetafelconferentie dilaksanakan di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus hingga 2 November 1949.

KMB dilakukan oleh perwakilan Republik Indonesia Serikat (RIS), Belanda, dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) sebagai perwakilan berbagai negara yang dibentuk oleh Belanda di Kepulauan Indonesia.

Beberapa delegasi Pemerintah Indonesia dan Belanda mengisi konferensi ini yaitu:

  • delegasi dari Pemerintah Indonesia adalah Moh. Hatta,
  • delegasi Belanda dipimpin oleh Maarseveen, serta
  • delegasi BFO diwakilkan oleh Sultan Hamid II.

Untuk lebih jelasnya, simak ulasannya di bawah ini yang dihimpun dari buku IPS Terpadu: Jilid 3A oleh Sri Pujiastuti, Dkk dan sumber lainnya.

Latar Belakang dan Tujuan KMB

Konferensi Meja Bundar
Ilustrasi. Latar belakang, tujuan, dan hasil Konferensi Meja Bundar (User Davidelit via Wikimedia Commons)

KMB merupakan upaya diplomasi yang berbuah keberhasilan pembebasan Indonesia dari Belanda. Sebelum KMB, Indonesia dan Belanda sudah beberapa kali mengupayakan kemerdekaan melalui diplomasi.

Pada 1946 dilakukan Perjanjian Linggarjati, kemudian pada 1948 dilakukan Perjanjian Renville dan pada 1949 Perjanjian Roem-Royen.

KMB sendiri menjadi salah satu kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Royen. Tujuannya adalah mengakhiri perselisihan Indonesia dengan Belanda.

Dikutip dari buku biografi Mohammad Roem: Karier Politik dan Perjuangan, 1924-1968 oleh Iin Nur Insaniwati, KMB bertujuan menyelesaikan sengketa Indonesia dan Belanda seadil dan secepat mungkin.

Indonesia ingin jalan dan cara penyerahan kedaulatan yang sungguh, penuh, dan tidak bersyarat kepada Negara Indonesia Serikat (NIS) sesuai dengan pokok-pokok persetujuan Renville.

Para pihak yang turut serta dalam KMB mengupayakan agar KMB dapat dimulai pada 1 Agustus 1949. Mereka berharap konferensi diselesaikan dalam waktu dua bulan. Kemudian persetujuan yang dihasilkan KMB diusahakan selesai dalam waktu enam minggu.

Pelaksanaan Konferensi Meja Bundar

Mengapa Indonesia Membatalkan Secara Sepihak Hasil KMB? Halaman ...

KMB dilaksanakan di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus hingga 2 November 1949. Pelaksanaannya dilakukan di Gedung Ridderzaal (Bangsa Kesatria), Den Haag, Belanda yang ditandai oleh sambutan dari lima delegasinya, yaitu:

  • Pidato sambutan Perdana Menteri Belanda Dr. W. Dress.
  • Pidato sambutan Perdana Menteri RI Drs. Mohammad Hatta.
  • Pidato sambutan Ketua BFO Sultan Hamid II.
  • Pidato sambutan Menteri Wilayah Seberang Lautan Belanda Mr. J.H van
  • Maarseveen.
    Pidato sambutan ketua mingguan United Nations Commission for Indonesia (UNCI) atau Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia Thomas K. Critchley.

Pada sidang pertama, ditetapkanlah Ketua KMB dan susunan para delegasi yang mengisi konferensi tersebut. Adapun beberapa kesepakatan yang berhasil dibahas dalam sidang pertama adalah:

  • Ketua KMB Dr. W Drees,
  • Sekretaris Jenderal KMB Mr. M.J Prinsen,
  • Ketua Delegasi Belanda Mr. J.H. van Maarseveen, Wakil Ketua I Mr. D.U.
  • Stikker, Wakil Ketua II Dr. J.H van Roijen, Sekretaris Mr. E.E.J. van der Valk, dan para anggota yang terdiri atas menteri-menteri, anggota Staten General, dan pejabat lainnya.
  • Ketua Delegasi RIS Drs. Mohammad Hatta, Wakil Ketua Mr. A.K. Pringgodigdo, Sekretaris I Prof. Mr. Dr. Soepomo, Sekretaris II W.J Latumenten, dan para anggota yang terdiri atas menteri-menteri, para perwira, dan anggota parlemen.
  • Ketua Delegasi BFO Sultan Hamid II, Wakil Ketua Mr. I.A.A.G Agung, Sekretaris Mr. A.J. Vleer, dan para anggota yang terdiri atas pemimpin-pemimpin anggota BFO.
    Ketua Delegasi UNCI Merle H. Cochran, Ketua Mingguan Thomas K. Critchley, dan seorang anggota bernama Raymond Herremans.

Kemudian pembahasan KMB diteruskan pada 16 September 1949 di Namen, Belgia yang membahas Peraturan dasar Uni Indonesia-Belanda dan kesepakatan tercapai pada 18 September 1949 oleh semua perwakilan delegasi.

Sampai pada 1 November 1949, semua kesepakatan dalam KMB akhirnya dirumuskan menjadi resolusi pelingkup, yang mana isinya yaitu

  • Piagam penyerahan kedaulatan,
  • Peraturan dasar Uni Indonesia-Belanda, dan
  • Lampiran status Uni – Indonesia Belanda.

Resolusi pelingkup ini ditetapkan sesaat setelah Belanda menyerahkan kedaulatannya kepada RIS.

Akhirnya Dr. W Drees pun secara resmi menutup KMB pada 2 November 1949 dan persiapan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda akan segera dilaksanakan.

Hasil dari Konferensi Meja Bundar

Setelah melakukan beberapa proses pembahasan oleh delegasi terkait.

Konferensi ini berhasil menghasilkan beberapa persetujuan, yaitu sebagai berikut:

Belanda menyerahkan sepenuhnya kedaulatan atas Hindia Belanda kepada Republik Indonesia Serikat dan kedaulatan itu tidak dapat dicabut kembali.

Penyerahan kedaulatan tersebut dilakukan selambat-lambatnya sampai 30 Desember 1949.

Masalah Irian Barat akan dibicarakan setelah satu tahun penyerahan kedaulatan. Selain itu, RIS dan Kerajaan Belanda terikat dalam hubungan Uni Indonesia- Belanda yang dikepalai oleh Ratu Belanda.

Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik kembali dari Indonesia dengan catatan bahwa beberapa korvet (kapal perang kecil) akan diserahkan kepada RIS.
Untuk menindaklanjuti KMB diadakanlah Presiden RIS pada tanggal 16 Desember 1949 yang mana dalam pemilihan tersebut terpilihlah Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS dan dilantik pada 17 Desember 1949.

Berkat KMB, Indonesia akhirnya mendapat kedaulatannya. Acara penyerahan kedaulatan berlangsung pada 27 Desember 1949.

Penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan berlangsung di dua kota, yakni Amsterdam dan Jakarta.

Di Amsterdam, naskah penyerahan kedaulatan ditandatangani Ratu Juliana dan Moh Hatta. Sementara di Jakarta, naskah ditandatangani AHJ Lovink dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Itulah informasi lengkap tentang pelaksanaan dan hasil Konferensi Meja Bundar. Selamat belajar!

Sejarah Candi Borobudur: Pembangunan, Penemuan, hingga Diakui UNESCO

 

HISTORY – Candi Borobudur adalah candi Buddha yang terletak di wilayah Magelang, Jawa Tengah.

Keberadaan Candi Borobudur menjadi bukti sejarah yang sangat penting terkait perkembangan agama Buddha di Indonesia.

Bahkan kemegahan Candi Borobudur tidak hanya dikenal di nusantara, namun juga tersohor hingga ke mancanegara.

Sebagai monumen Buddha terbesar di dunia, candi ini memiliki ukuran panjang 121,66 meter, lebar 121,38 meter, dan tinggi 35,40 meter.

Dalam bangunan yang terdiri dari 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di puncaknya, Candi Borobudur menyimpan 2672 panel relief dan 504 arca Budha.

Selain menjadi destinasi wisata sejarah dan tempat yang disakralkan, Candi Borobudur juga telah dicanangkan sebagai tempat ibadah umat Buddha Indonesia dan dunia.

Bahkan sejak tahun 1953, peringatan Hari Raya Waisak secara nasional dipusatkan di Candi Borobudur.

Untuk lebih mengenal jauh tentang bangunan ini, berikut adalah rangkuman sejarah lengkap Candi Borobudur.

Kapan Candi Borobudur Dibangun?

Dilansir dari laman Gramedia.com, dikutip dari situs Kemendikbud, Candi Borobudur diyakini didirikan kali pada tahun 750-842 Masehi pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra.

Proses pembangunan Candi Borobudur ini diperkirakan dilakukan secara gotong royong dan tahap demi tahap, yang merupakan bentuk kebaikan ajaran agama Buddha.

Namun menurut situs Balai Konservasi Borobudur, Sejarawan J.G. de Casparis mengatakan bahwa Candi Borobudur didirikan oleh Raja Samaratungga yang memerintah pada periode 782 – 812 Masehi di masa Dinasti Syailendra.

Menurutnya, Candi Borobudur didirikan untuk memuliakan agama Budha Mahayana.

Sementara menurut Reza Ayu Dewanti dalam jurnal Pesona Candi Borobudur Sebagai Wisata Budaya Di Jawa Tengah, Candi Borobudur dibangun sebagai wujud untuk memuliakan raja-raja Syailendra (775 – 850 Masehi) yang sudah bersatu kembali dengan dewa yang merupakan asalnya.

Adapun sampai saat ini, belum ada sumber-sumber tertulis yang menyebutkan kapan tepatnya Candi Borobudur didirikan hingga berapa lama proses pembangunannya.

Penentuan kapan pendirian Candi Borobudur yang ada saat inii merupakan hasil interpretasi dari temuan prasasti berangka yang diyakini dibuat pada tahun 824 Masehi, serta prasasti Sri Kahulunan yang diperkirakan dibuat pada tahun 842 Masehi.

Kemegahan Candi Borobudur sempat menghilang akibat terkubur tanah dan debu vulkanik erupsi Gunung Merapi.

Bahkan para ahli menduga bahwa Candi Borobudur sempat ditinggalkan akibat bencana Gunung Merapi yang meletus pada sekitar tahun 1006 Masehi.

Hal ini terjadi ketika Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota Kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur, sehingga Candi Borobudur diperkirakan terlantar antara tahun 928 Masehi dan 1006 Masehi.

Sampai pada sekitar tahun 1365 Masehi, Mpu Prapanca menyebutkan istilah “Wihara di Budur” dalam sebuah naskah berjudul Negarakertagama yang ditulis ketika Kerajaan Majapahit masih berdiri.

Seiring berjalannya waktu, tepatnya hingga abad ke-18, Candi Borobudur sudah tidak digunakan.

Dalam banyak naskah Jawa, salah satunya yang berjudul Serat Centhini menyebutkan lokasi candi ini sebagai sebuah bukit atau tempat yang bisa memberikan kematian atau kesialan yang menandakan bahwa tempat ini sudah ditinggalkan sebagai tempat suci agama Buddha.

Ratu Elizabeth II pernah mengunjungi Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada tahun 1974 silam. Kala itu candi peninggalan Dinasti Syailendra abad ke-9 tersebut sedang dalam tahap pemugaran ke-2 sejak tahun 1973 sampai 1983.

Kapan Candi Borobudur Ditemukan?

Dilansir dari laman Balai Konservasi Borobudur, Candi Borobudur ditemukan pada tahun 1814 ketika Sir Thomas Stamford Raffles.

Saat itu, Sir Thomas Stamford Raffles yang merupakan Gubernur Jenderal Inggris yang menjadi wali negara Indonesia mengadakan kegiatan di Semarang.

Raffles yang mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu telah ditemukan susunan batu bergambar mengutus Cornelius, yang merupakan seorang Belanda untuk membersihkannya.

Pekerjaan ini dilanjutkan oleh Residen Kedu yang bernama Hartman pada tahun 1835.

Disamping kegiatan pembersihan, Raffles juga mengadakan penelitian khususnya terhadap stupa puncak Candi Borobudur, namun laporan penelitian ini tidak pernah terbit.

Pendokumentasian berupa gambar bangunan dan relief candi dilakukan oleh Wilsen selama 4 tahun sejak tahun 1849, sedangkan dokumen foto dibuat pada tahun 1873 oleh Van Kinsbergen.

Dilansir dari laman Gramedia.com, Sejarawan dan arkeolog sekaligus Ketua Pemugaran Candi Borobudur yang Kedua, Soekmono dalam bukunya berjudul Satu Abad Usaha Penyelamatan Candi Borobudur (1991) menyebutkan bahwa upaya pemotretan relief Borobudur sebenarnya telah dilakukan sejak 1845 oleh juru foto yang bernama Schaefer.

Namun sayangnya hasil foto karya Schaefer dianggap tidak memuaskan, sehingga dokumentasi relief Borobudur digambar secara langsung oleh tangan seorang tentara yang bernama FC Wilsen.

Sementara itu, tulisan yang menjelaskan tentang Borobudur ditulis oleh Brumund disunting hingga disempurnakan oleh Leemans menjadi monografi resmi pada 1873.

Setelah itu, dimulai juga pemugaran Candi Borobudur yang dilakukan mulai saat Pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan Van Erp.

Selanjutnya, pemugaran kedua dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yang diketuai oleh Soekmono.

Pengelola Taman Wisata Candi Borobudur (TWC) melakukan kajian lapangan untuk wisatawan yang akan naik ke struktur atau monumen Candi Borobudur sampel waktu dan kuota terbatas.

Kapan Candi Borobudur Ditetapkan Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO?

UNESCO secara resmi menetapkan Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia pada tahun 1991.

Namun penetapan ini merupakan hasil dari proses panjang pemugaran dari bangunan Candi Borobudur.

Dilansir dari laman kemendikbud, hal ini bermula dari masuknya Indonesia menjadi anggota PBB, yang secara otomatis menjadikan Indonesia sebagai anggota UNESCO.

Melalui UNESCO, Indonesia mulai mengajak dunia internasional untuk ikut menyelamatkan bangunan yang sangat bersejarah tersebut.

Pada tahun 1967, Soekmono mengangkat isu pemugaran Borobudur di Kongres Orientalis di Amerika, di mana peserta kongres sepakat untuk mendesak UNESCO agar membantu Indonesia memperbaiki Candi Borobudur.

Di tahun 1969, UNESCO menyatakan siap membantu penyelamatan Borobudur dan menghimpun dana melalui kampanye internasional untuk membiayai pemugaran Borobudur.

Selain itu UNESCO juga menunjuk tenaga ahli dalam berbagai bidang untuk membantu Indonesia dalam merestorasi Candi Borobudur.

Awal dimulainya proyek pemugaran Candi Borobudur secara resmi dimulai pada 10 Agustus 1973, dengan 600 orang tenaga kerja proyek digerakkan dengan tenaga penuh. Sesuai kesepakatan kerja sama dengan UNESCO, proyek ini harus selesai dalam 10 tahun.

Walau begitu dua tahun pertama digunakan untuk membangun fasilitas penunjang pemugaran, sedangkan pekerjaan yang sesungguhnya dimulai pada Mei 1975.

Dilansir dari Kompas.com, tidak hanya UNESCO, namun beberapa negara lain juga turut memberikan dukungan atas rasa keprihatinan terhadap kondisi Borobudur.

Banyak Negara yang mengulurkan tangan dalam pemugaran Borobudur, seperti Australia, Belgia, Perancis, Jerman, Ghana, India, Siprus, Iran, Irak, Italia, Jepang, Malaysia, Kuwait, Spanyol, Inggris, Thailand, Singapura, dan sebagainya.

Hingga akhirnya Candi Borobudur menjadi situs budaya pertama di Indonesia yang masuk dalam situs warisan dunia atau world heritage list. Dikutip dari situs UNESCO, ada beberapa kriteria yang menjadi alasan Candi Borobudur ditetapkan sebagai situs warisan dunia, yakni: Kriteria pertama adalah karena kompleks Borobudur merupakan hasil mahakarya arsitektur Buddhis.

Karena memadukan stupa, candi, serta gunung dalam bangunannya. Kriteria kedua adalah karena Candi Borobudur merupakan contoh luar biasa untuk seni dan arsitektur di Indonesia, khususnya pada abad ke-8 dan akhir abad ke-9 Masehi.

Kriteria ketiga adalah karena Borobudur berhasil menggambarkan konsep Buddhis mencapai Nirwana, yang diperlihatkan lewat bangunan candi.

HISTORY > AWAL MULA KOTA BANDUNG JADI PARIS VAN JAVA

Awal Mula Kota Bandung dijuluki Paris van Java

Selain Kota Kembang, Kota Bandung memiliki julukan lain, ya, Ibu Kota Provinsi Jawa Barat ini, telah lama dikenal dengan sebutan “Paris van Java”, tidak asing bukan? Gelar ini tidak hanya sekedar istilah yang dilekatkan secara sembarangan, melainkan mencermimkam sejarah panjang dan keistimewaan Kota ini.

Julukan itu sudah tersemat untuk Bandung sejak 1889-1940 pada masa kolonial Belanda, dibuatnya julukan tersebut agar dapat menarik turis agar berkunjung ke Hindia Belanda.

Beberapa Kota di Indonesia saat itu juga diperkenalkan dengan julukan serupa, misalnya Venetie van Java untuk Batavia, Gibraltar van Java untuk Semarang, serta Switzerland van Java untuk Garut.

Lalu, apakah benar Bandung serupa dengan Paris? Kawan mungkin penasaran, asal mula Kota Bandung diberi julukan Paris Van Java seperti apa? Untuk itu, yuk, simak ulasan berikut!

Sejarah Singkat Kota Bandung

Kota Bandung dinamai dari nama bendung, atau bendungan, menurut kutipan dari laman disdik.jabarprov.go.id. Hal ini disebabkan oleh lahar Gunung Tangkuban Perahu yang membendung Sungai Citarum.

Ada legenda tambahan yang menyatakan bahwa kata “Bandung” berasal dari jenis perahu yang dikenal dengan nama “perahu bandung”, yang terdiri dari dua perahu yang diikat menjadi satu.

Pada saat itu, R.A. Wiranatakusumah II, Bupati Bandung, menggunakan perahu tersebut untuk mencari lokasi untuk pusat pemerintahan Kabupaten Bandung yang baru.

Alasan pemindahan pusat pemerintahan tersebut, dikarenakan daerah Krapyak (sekarang Dayeuhkolot) dinggap kurang strategis dan sering dilanda banjir saat musim hujan.

Selain itu, permintaan yang diajukan pada tahun 1808 oleh Pemerintah Hindia Belanda, yang saat itu dipimpin oleh gubernur jenderal pertama, Herman Willem Daendels, memberikan dorongan untuk pemindahan ibu kota yang baru.

Hal ini dikarenakan Jalan Raya Pos (Groote Postweg) yang akan membentang sepanjang kurang lebih 1000 km dari Anyer, ujung barat Jawa Barat, hingga Panarukan, ujung timur Jawa Timur, akan melewati daerah Krapyak, yang dulunya merupakan ibu kota Kabupaten Bandung.

Pada tanggal 25 September 1810, Kota Bandung ditetapkan sebagai ibu kota baru Kabupaten Bandung. Tanggal ini diakui sebagai hari ulang tahun Kota Bandung yang masih diperingati hingga saat ini.

Awal Mula Bandung dijuluki Paris van Java

Melansri dari phinemo.com, julukan Paris van Java diketahui sangat terkait dengan pertumbuhan pariwisata di Hindia Belanda, menurut sebuah buku tahun 2007 berjudul “Vereeniging Toeristen Verkeer Batavia (1908-1942): Awal Pariwisata Modern di Hindia Belanda” oleh Achamd Sunjayadi.

Mereka berharap dapat menghasilkan pendapatan baru dan menunjukkan kepada dunia luar tentang kemajuan koloni melalui pariwisata.

Pada era Kolonial Belanda, kota-kota di Indonesia dijuluki dengan nama-nama tempat yang terkenal di Eropa.

Hindia Belanda juga turut mengikuti pameran pariwisata di sejumlah negara yang semakin membumikan julukan tersebut.

Bandung sebagai Paris-nya Pulai Jawa muncul karena menjadi pusat fesyen. Selera orang-orang pada saat itu sangat Paris, pada Era 1900 terdapat satu toko bernama Aud di Jalan Braga.

Toko tersebut menjadi favorit warga Bandung untuk bisa tampil kekinian, setiap model busana terbaru di Paris selalu dipajang di toko ini.

Lalu, pada tahun 1913, Aug berganti nama menjadi Au Bon Marche Modemagizn dari bahasa Perancis.

Selain itu, terdapat restoran khas Paris Maison Bogerijen yang menjadi tempat santap populer para pejabat dan pengusaha Hindia Belanda atau Eropa.

Tidak hanya segi busana saja, arsitektur di Bandung turut menerapkan art deco sebagai acuan pembangunan gedung yang sangat mirip dengan Paris.

Gedung Hotel Preanger serta hotel Savoy Homan, menjadi contoh bangunan yang merapkan art deco pada zaman Hindia Belanda. Julukan Kota Bandung sebagai Paris van Java pun kemudian terus diwariskan secara turun temurun hingga sekarang menjadi pusat wisata di Jawa.

Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 dan Sejarahnya

 

Peristiwa "Kudatuli" 27 Juli 1996, Pagi Kelam di Jalan Diponegoro ...
Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996: Tragedi Kelam Tak Kunjung Tuntas

Jakarta – Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 merupakan salah satu peristiwa kelam yang tidak dapat dilupakan dalam sejarah politik Indonesia.

Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 disebut juga dengan peristiwa Sabtu Kelabu.
Masih banyak dari masyarakat yang mungkin belum tahu betul tentang apa itu peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996.

Simak informasi berikut ini untuk mengetahui lebih lanjut tentang peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996.

Apa Itu Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996?

Dikutip dari laman resmi Komnas HAM, peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 adalah peristiwa kekerasan yang terjadi di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada tanggal 27 Juli 1996.

Peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 itu terjadi di Kantor Sekretariat DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat.

Peristiwa itu disebut sebagai Tragedi 27 Juli 1996 atau Peristiwa Kudatuli. Peristiwa Kudatuli itu sudah terjadi 26 tahun silam ketika rezim Suharto berada di puncak kekuasaan.

Sebagaimana diketahui, peristiwa kerusuhan tersebut telah memakan sejumlah korban tewas, luka-luka, bahkan hilang.

Penyebab Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996

Masih menjadi pertanyaan sampai sekarang, apa penyebab terjadinya peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 itu.

Namun, masih belum ada keterangan pasti akan penyebab terjadinya peristiwa tersebut.

Dilansir dari laman resmi Komnas HAM RI, peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 itu diduga disebabkan oleh perebutan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) antara kubu Megawati Soekarnoputri dengan kubu Soerjadi.

Meski demikian, banyak kalangan merasakan terdapat keganjilan terkait apa penyebab utama dari kerusuhan tersebut.

Berdasarkan catatan Komnas HAM, sehari setelah terjadinya peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996, di bawah pimpinan Asmara Nababan dan Baharuddin Lopa, Komnas HAM melakukan investigasi.

Dalam investigasi tersebut ditemukan adanya indikasi terjadinya pelanggaran HAM yang berat. Tidak hanya itu saja. Pada tahun 2003, juga dilakukan penyelidikan lanjutan atas peristiwa kelam dalam sejarah politik Indonesia tersebut.

Korban Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996

Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, disebutkan bahwa terdapat sejumlah korban akibat peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 tersebut.

Korban Kudatuli 27 Juli 1996 antara lain: lima orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang.

Adapun kerugian materiil akibat tragedi Kudatuli 27 Juli 1996 diperkirakan mencapai Rp 100 miliar.

Komnas HAM juga menilai terjadi 6 bentuk pelanggaran HAM dalam peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996, yaitu:

  • Pelanggaran asas kebebasan berkumpul dan berserikat
  • Pelanggaran asas kebebasan dari rasa takut
  • Pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan keji
  • Pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan tidak manusiawi
  • Pelanggaran perlindungan terhadap jiwa manusia
  • Pelanggaran asas perlindungan atas harta benda.
  • Penyelesaian Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996

Untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM dalam peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 itu bukanlah perkara mudah. Komnas HAM menyebutkan, butuh dukungan politik dari semua pihak agar prosesnya tak terhambat seperti yang terjadi saat ini.

Hingga saat ini, kasus Kudatuli 27 Juli 1996 itu masih belum terungkap siapa dalang atau apa penyebab pasti di balik tragedi kerusuhan itu. Sementara itu, keluarga korban Tragedi 27 Juli 1996 (Kudatuli) sampai saat ini masih terus menuntut adanya keadilan akan peristiwa tersebut.

PDIP Tabur Bunga Peringati Kudatuli

PDI Perjuangan (PDIP) menggelar aksi tabur bunga di Kantor DPP PDIP untuk memperingati peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996. PDIP mengingatkan aktor intelektual Kudatuli belum diproses hukum.

Tabur bunga dipimpin Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bersama Ketua DPP Ribka Tjiptaning, Yanti Sukamdani, mantan tim pembela PDIP Tumbu Saraswati, Anggota DPR RI Nyoman Parta serta puluhan keluarga korban yang biasa disebut Forum Komunikasi Kerukunan (FKK), Rabu (27/7/2022).

Demikian informasi seputar peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 yang menjadi tragedi kelam dalam sejarah politik di Indonesia dan kasusnya tak kunjung tuntas.

MENOLAK LUPA 30 TAHUN KEMATIAN MARSINAH

 

Kamis, 11 Mei 2023 03:15 WIB    Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

BIOGRAFI SINGKAT MARSINAH

MENOLAK LUPA MARSINAH 10 APRIL 1969-8 MEI 1993

Marsinah adalah seorang buruh pabrik yang bekerja di PT. Catur Putra Surya Porong, Sidoarjo dan juga aktivis pada Zaman Pemerintahan Orde Baru.

Beliau bernama lengkap Marsinah, wanita kelahiran Nganjuk Jawa Timur 10 April 1969.

Sejak usianya menginjak 3 tahun, ibu Marsinah meninggal dunia sehingga ia diasuh oleh neneknya yang bernama Pu’irah dan tinggal bersama bibinya yang bernama Sini di Desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah menempuh pendidikan sekolah dasarnya di SD Karangasem 189 melanjutkan pendidikannya di SMPN 5 Nganjuk dengan mondok di SMA Muhammadiyah Kota Nganjuk.

Menginjak dewasa di akhir hidupnya Marsinah sedang bekerja sebagai buruh pabrik di PT. Catur Putra Surya Porong, Sidoarjo dan juga aktivis pada Zaman Pemerintahan Orde Baru. Marsinah diculik dan kemudian ditemukan sudah terbunuh pada tanggal 8 Mei 1993 setelah 3 hari menghilang. Mayatnya ditemukan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.

DUGAAN PENYEBAB  PEMBUNUHAN MARSINAH

Marsinah adalah seorang bisa disebutkan sebagai pejuang HAM (Hak Asasi Manusia) serta sebagai penggerak buruh di indonesia. Marsinah merupakan salah satu penggerak unjuk rasa di PT. Catur Putra Surya pada Mei 1993.

Unjuk rasa ini dalam rangka menuntut agar upah buruh dinaikkan. Pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993, Marsinah dan rekan-rekan buruh lainnya menjadi perwakilan perundingan dengan PT.CPS.

Namun mulai tanggal 6 Mei Marsinah menghilang begitu saja dengan misterius.

Kemudian ditemukan pada tanggal 8 Mei Marsinah sudah dalam keadaan meninggal di hutan dengan keadaan tergeletak sekujur tubuh penuh luka memar bekas pukulan benda keras dan berlumuran darah di sekujur tubuhnya.

Diduga Marsinah Dibunuh karena melakukan unjuk rasa berupa mogok kerja karena mendesak PT CPS menaikkan upah buruh sesuai Surat Edaran Gubernur KDH Tingkat I, Jawa Timur Nomor 50 Tahun 1992.

Selain itu marsinah juga menuntut seperti tuntutan yang ada pada gambar disamping.

KRONOLOGI KEMATIAN MARSINAH

Marsinah bersama rekan-rekannya menggelar aksi mogok pada 3-4 Mei 1993 di pabriknya, menuntut PT CPS menaikkan upah buruh sesuai Surat Edaran Gubernur KDH Tingkat 1, Jawa Timur Nomor 50 Tahun 1992.

Selasa (4/5/1993) sore, Kodim Sidoarjo melayangkan surat panggilan terhadap 13 rekan Marsinah agar hadir pada Rabu (5 Mei 1993). Mereka hadir memenuhi panggilan Kodim Sidoarjo.

Dalam pertemuan tersebut, 13 rekan Marsinah menyatakan mundur dari PT CPS. Kodim Sidoarjo mengklaim tidak ada paksaan dalam pernyataan mundurnya para buruh itu ARSINA Marsinah yang belum mengetahui hasil pemanggilan 13 rekannya tersebut kemudian berusaha mencari tahu ke Kodim Sidoarjo.

Namun, sesampainya di sana penjaga mengatakan 13 rekannya sudah pulang. Tak puas dengan jawaban personel Kodim Sidoarjo, Marsinah kemudian mencari rekannya, dan bertemu dengan 4 rekannya.

Berdasarkan keterangan mereka, keempat rekannya diberhentikan karena dianggap sebagai motor unjuk rasa di PT CPS. Marsinah kemudian meminta berkas surat pemanggilan Kodim Sidoarjo sebagai bahan untuk protes keesokan harinya.

Seusai bertemu rekannya, ia lantas keluar rumah kontrakannya untuk mencari makanan. Rabu malam, 29 tahun lalu itulah menjadi akhir bagi rekan-rekannya melihat Marsinah.

Baru kemudian, pada 8 Mei 1993, jenazah Marsinah ditemukan di gubuk di pinggiran hutan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Sejak semula kasus Marsinah juga tak mulus berjalan.

Usaha untuk mengusut kasus Marsinah dengan lebih serius baru dimulai dengan pembentukan Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim pada September 1993.

KEKEJIAN DALAM PEMBUNUHAN MARSINAH

Hasil visum et repertum menunjukkan adanya luka robek tak teratur sepanjang 3 cm dalam tubuh Marsinah. Luka itu menjalar mulai dari dinding kiri lubang kemaluan (labium minora) sampai ke dalam rongga perut.

Di dalam tubuhnya ditemukan serpihan tulang dan tulang panggul bagian depan hancur.

Selain itu, selaput dara Marsinah robek. Kandung kencing dan usus bagian bawahnya memar. Rongga perutnya mengalami pendarahan kurang lebih satu liter.

Setelah dimakamkan, tubuh Marsinah diotopsi kembali. Visum kedua dilakukan tim dokter dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Menurut hasil visum, tulang panggul bagian depan hancur. Tulang kemaluan kiri patah berkeping-keping. Tulang kemaluan kanan patah. Tulang usus kanan patah sampai terpisah.

Tulang selangkangan kanan patah seluruhnya. Labia minora kiri robek dan ada serpihan tulang. Ada luka di bagian dalam alat kelamin sepanjang 3 sentimeter. Juga pendarahan di dalam rongga perut.

Hal itu tercatat dalam penelitian iyut Qurniasari dan 1.G. Krisnadi yang termuat di Jurnal Publika Budaya Universitas Jember berjudul “Konspirasi Politik dalam Kematian Marsinah di Porong Sidoarjo Tahun 1993-1995” Sembilan terdakwa dibebaskan, tapi siapa pembunuh Marsinah hingga kini tak pernah diungkap pengadilan.

“Persidangan dimaksudkan untuk mengaburkan militer tanggung jawab atas pembunuhan itu,” tulis Amnesty Internasional dalam laporannya, Indonesia: Kekuasaan dan Impunitas: Hak Asasi Manusia di bawah Orde Baru. Trimoelja D Soerjadi, pengacara Marsinah, menuturkan, semua terdakwa secara bengis disiksa dan dianiaya.

Intervensi militer itu adalah “Pengalaman yang getir, menyakitkan dan paling mengerikan serta menakutkan,” kata Soerjadi saat menerima Yap Thiam Hien Award untuk Marsinah di Jakarta pada 10 Desember 1994.

Di dalam kasus ini merupakan pelanggaran HAM berat karena terdapat unsur yang memunculkan pelanggaran HAM berat yakni pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 unsur kejahatan manusia dan juga mengandung unsur pelanggaran hak asasi manusia.

Dasar hukum yang dilanggar pada sila ke-2 yaitu “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Didalamnya terdapat tindak kejahatan seperti pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan.

Dan penganiayaan terhadap seseorang atau kelompok yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin yang telah diakui universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.

KAMBING HITAM PEMBUNUH MARSINAH  DAN PENYIKSAAN

Tanpa surat penangkapan, aparat militer berbaju preman mencokok dua satpam dan tujuh pimpinan PT CPS, Penangkapan itu dibumbui tindakan kekerasan, semua diseret paksa dan kepala Karyono Wongso, Kabag Produksi PT CPS, ditetak aparat militer dengan gagang pistol, mereka digelandang ke Markas Detasemen Intel (Denintel) Kodam V Brawijaya Wonocolo.

Satpam dan pihak manajemen PT CPS itu disekap selama 19 hari di Kodam V Brawijaya, tTak ada satupun keluarga mereka yang tahu.

Bambang Wuryantoyo, 30 tahun, yang bekerja di bagian pengawas umum PT CPS, disiksa dan ditelanjangi. Kemaluannya disetrum berulang kali, saat interogasi, kakinya ditindih kaki meja. Kemaluan dan perutnya disundut rokok.

Soeprapto, 23 tahun, satpam PT CPS dipaksa meminum air kencing itu, kemaluannya digebuk pakai seikat sapu lidi dan disetrum. Mulut Soeprapto disumpal celana untuk meredam jeritannya saat disiksa. Kepalanya ditetak dan ketiaknya disulut rokok.

Rekan Soeprapto yang juga berprofesi sebagai satpam, Ahmad Sution Prayogi, 58 tahun, tak bisa mengunyah makanan selama lima hari. Sebab aparat Kodam V Brawijaya merontokkan giginya.

Mutiari, 27 tahun, ketua bagian personalia PT CPS adalah satu-satunya perempuan dalam penyekapan di Kodam V Brawijaya itu. Dia dihantam kekerasan verbal. Mutiari diancam akan ditelanjangi dan disetrum.

Tujuan dari penyiksaan yang rutin itu agar satpam dan manajemen PT CPS mengaku telah merencanakan pembunuhan Marsinah.

Padahal aparat Kodam V Brawijaya-lah yang membuat skenario palsu strategi perencanaan dan eksekusi pembunuhan Marsinah itu. Pada 21 Oktober 1993, aparat Kodam V Brawijaya menyerahkan mereka ke Polda Jatim.

Siksaan verbal maupun fisik juga mereka rasakan di Polda Jatim, meski dengan intensitas yang lebih rendah, proses persidangan para tersangka yang penuh kejanggalan tidak membuat mereka terbebas dari dakwaan.

Mereka diputus bersalah dan divonis penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya, kecuali Yudi Susanto yang dibebaskan hakim Pengadilan Tinggi Surabaya.

Jaksa Penuntut Umum yang menolak putusan bebas terhadap Yudi Susanto kemudian mengajukan permohonan kasasi ke MA, permohonan kasasi juga diajukan delapan terdakwa lainnya.

“HINGGA KINI MARSINAH ADA DI MANA-MANA, DIA MENYELINAP DI BERBAGAI PRODUK PAYUNG HUKUM BAGI HAK BURUH”. PERJUANGAN BURUH SAAT INI HANYA CATATAN KAKI BAGI PERJUANGAN MARSINAH, SISANYA, KITA YANG BERHURA-HURA DI BAWAH BAYANG-BAYANG ROMANTISME KEHEROIKAN MARSINAH HINGGA KINI KITA BELUM TERLALU PEDULI APAKAH ADA SERIKAT BURUH DALAM PERUSAHAAN.

KITA BELUM SERIUS MEMAHAMI BAHWA SERIKAT ADALAH TEMPAT SALING BERBAGI KEKUATAN DAN MENUMBUHKAN KEPEKAAN TERHADAP MASALAH REKAN TERDEKAT, DIAM- DIAM, HINGGA KINI, REPRESI TETAP MENJADI ALAT BAGI SIAPA SAJA YANG BERKUASA, MASALAH BURUH TAK PERNAH JAUH DARI 12 TUNTUTAN YANG DICANANGKAN MARSINAH DAN KAWAN-KAWAN. KITA HIDUP DI SEBUAH NEGARA DENGAN WARISAN TINGKAH YANG BRUTAL”

Tags :

mega4d

https://mega4djumat.com

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

mega4d

Mengenang Ita Martadinata, Aktivis HAM 1998 yang Dibunuh Sebelum Bersaksi di PBB

 

HISTORY – Dua puluh lima tahun setelah Reformasi 1998, kekerasan yang meliputi peristiwa itu masih membekas.

Salah satu kejahatan yang belum terselesaikan hingga sekarang adalah pemerkosaan masif terhadap perempuan Tionghoa selama kerusuhan Mei 1998. Bahkan, salah satu saksi tragedi itu ditemukan tewas dibunuh sebelum berangkat ke Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS untuk memberikan kesaksian.

Dia adalah Ita Martadinata, gadis 18 tahun yang aktif di Tim Relawan untuk Kekerasan terhadap Perempuan (TRKP). Ita ditemukan tewas di rumahnya pada 9 Oktober 1998.

Upaya pembungkaman

Kengerian pembunuhan Ita Mardinata diungkapkan oleh Ita Fatia Nadia, mantan anggota Tim Relawan Kemanusiaan (TRK), dalam wawancara dengan The Jakarta Post, 19 Mei 2021.

Sudah Tujuh Belas Tahun Artikel Kompas.id TRK dibentuk sebagai respons atas kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998. Tingginya kasus pemerkosaan pada waktu itu mendorong TRK membentuk subdivisi khusus bernama TRKP. Nadia bertugas sebagai koordinator TRKP.

Dia menuturkan, relawan dari berbagai latar belakang bergabung dengan TRKP, termasuk Ita Martadinata yang seorang Buddhist. “Saya diberitahu oleh sesama relawan bahwa dia (Ita) adalah korban pemerkosaan, meskipun dia tidak pernah memberi tahu saya,” kata Nadia.

Tak lama setelah kerusuhan, TRK mempersiapkan saksi-saksi untuk memberikan kesaksian pribadi tentang pemerkosaan masif selama kerusuhan Mei 1998 di Sidang PBB di New York.

Ita mengajukan diri untuk memberikan kesaksian setelah berdiskusi dengan anggota TRK dan ibunya.

Akomodasi, tiket pesawat, dan visa telah disiapkan agar Ita bisa berangkat ke Amerika Serikat.

Namun, kabar duka itu datang.

Lihat Foto sebuah mall dibakar oleh massa aksi di Solo

Nadia mengaku menerima kabar kematian Ita pada 4 Oktober 1998 pukul 16.00 WIB dari Lily Zakiyah Munir, seorang aktivis hak perempuan dan anggota Nahdlatul Ulama (NU).

Setelah mendengar kabar itu, Nadia pun bergegas ke rumah Ita. Sesampainya di sana, ayah Ita memintanya untuk naik ke kamar putrinya di lantai dua. “Itu 45 menit setelah Ita dibunuh.

Saat saya masuk ke kamarnya, saya kaget karena darahnya banyak sekali,” kenang Nadia. Nadia mengatakan, darah masih mengucur dari tubuh Ita. Selain itu, sebatang tongkat kayu menancap di anus korban. Menurut dia, itu adalah kasus pembunuhan paling keji yang pernah dilihatnya sepanjang hidup.

Berat Nadia mengatakan, kekejian pembunuhan Ita diperparah dengan narasi-narasi menyudutkan, termasuk pernyataan ahli forensik Mun’im Idris bahwa Ita “terbiasa berhubungan seks”.

Pernyataan tersebut lantas digunakan beberapa media untuk menyangkal kematian Ita sebagai pembunuhan bermotif politik.

Menurut Nadia, pembunuhan Ita dimaksudkan untuk mengintimidasi Tionghoa-Indonesia agar tidak bersuara tentang pemerkosaan masif selama kerusuhan Mei 1998.

“Ini adalah pembunuhan sistematis dan politis untuk membungkam orang Tionghoa-Indonesia untuk bersuara di tingkat internasional,” tuturnya.

 

Asal Usul Kali Angke, Tempat Pembantaian Massal VOC 1740

JAKARTA – Kali Angke adalah salah satu kali terkenal di Jakarta yang memiliki hulu di Bogor. Kali yang memiliki nama lain Cikeumeuh ini melintasi wilayah Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan bermuara di wilayah Muara Angke , Jakarta Barat.

Kali ini merekam memori kelam masa lalu yang pernah ada di Jakarta, yakni terjadinya pembantaian etnis Tionghoa oleh VOC di tahun 1740.

Berdasarkan informasi yang dikutip dari ‘Buku Asal-usul Nama Tempat Di Jakarta milik Pemprov DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman 2004″, nama ‘Angke’ sendiri diambil dari bahasa China, yakni ‘Ang’, berarti darah dan ‘Ke’ yang memiliki arti bangkai.

Melansir Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan berjudul ‘Pembunuhan Massal Etnis Cina 1740 dalam Drama Remy Sylado: Kajian New Historisisme’, tragedi pilu itu berlangsung tepat pada 9 Oktober 1740. Pembantaian itu menyebabkan 10 ribu orang asal etnis Tionghoa tewas. Jasad mereka lantas sengaja dibuang ke kali Angke. Lambat laun, kejadian itu dikenal dengan ‘Tragedi Berdarah Angke’.

Gubernur Jenderal VOC kala itu, Adrian Valckenier memerintahkan, pasukannya untuk membantai 10 ribu orang Tionghoa. Awalnya, pembantaian dilakukan di penjara. Selanjutnya, merambat ke rumah sakit dan seluruh wilayah Batavia.

Luka Menganga Etnis Tionghoa

Mengapa peristiwa kelam itu bisa terjadi? Menurut informasi dalam Jurnal Wacana dengan tajuk ‘Pembantaian Etnis Cina di Batavia 1740, Dampak Konflik Golongan “Prinsgeziden” dan “Staatsgezinden” di Belanda?’, jumlah etnis Tionghoa yang mendiami wilayah Batavia per 1 Januari 1740 adalalah 10.574 orang.

Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang setahun sebelumnya yang hanya 4 ribu orang. Ada data lain yang juga ditemukan dalam bentuk tulisan tangan. Di dalamnya, diketahui jika jumlah orang Tionghoa yang ada di dalam benteng Batavia adalah 14 ribu jiwa. Sementara itu, mereka yang tinggal di luar benteng berjumlah 60 ribu sampai 70 ribu. Jika ditotal, diperkirakan ada sekitar 80 ribu warga Tionghoa kala itu.

Asal Usul Kali Angke, Tempat Pembantaian Massal VOC 1740

 

Terkait mata pencaharian, warga yang tinggal di luar benteng atau tembok kota Batavia bekerja sebagai petani. Lebih spesifik, ada yang menggeluti profesi sebagai petani gula dan bambu. Sebagian dari mereka juga bekerja di bidang perkayuan dan arak untuk menyediakan kebutuhan bagi warga yang tinggal di dalam tembok kota.

Menjelang tahun 1740, keadaan di kota Batavia tidak menentu, Orang Tionghoa yang masuk ke Batavia harus memiliki kartu tanda masuk. Jika tidak dipatuhi, mereka akan ditangkap. Saat itu, diketahui banyak warga Tionghoa yang melanggar aturan tersebut yang berakibat pada penahanan oleh pihak berwajib. Mereka yang ditahan baru dibebaskan setelah membayar nominal tertentu.

Diketahui, pemerintah VOC mewajibkan warga Tionghoa untuk menyerahkan uang sebesar 2 ringgit setiap tahunnya. Bukti pembayaran itu dicantumkan dalam licentiebriefje dan pasbriefje. Jika mereka tidak sanggup menunjukkan bukti itu, maka akan dipulangkan ke negeri China atau dikirim ke Ceylon untuk dipaksa bekerja di perkebunan.

Di sisi lain, banyak warga Tionghoa yang mengalami perampokan dan penyiksaan. Perlakukan buruk itu tentunya didapat dari pemerintah VOC. Perbuatan sewenang-wenang yang diimplementasikan pemerintah VOC membuat warga Tionghoa geram. Hubungan antara etnis Tionghoa dan pemerintah VOC di Batavia menjadi sangat renggang dan dipenuhi rasa curiga. Ada berbagai kebijakan lain yang membuat masyarakat Tionghoa naik pitam.

Salah satunya, mengirim orang Tionghoa ke Ceylon, yang dicurigai sebagai gelandangan dan tidak memiliki bukti masuk kota. Kabar burung yang kala itu beredar menyebutkan bahwa mereka akan dibuang ke tengah laut saat proses pengiriman. Kemarahan warga Tionghoa pun memuncak. Pada 9 Oktober 1740 mereka melakukan pemberontakan.

Aksi itu berakhir dengan pembantaian terhadap etnis Tionghoa. Pembantaian ini juga didorong adanya narasi yang dikeluarkan oleh pihak VOC, bahwa siapa saja yang berhasil membantai etnis Tionghoa (terutama bagi mereka yang ada di luar kota Batavia), maka akan memperoleh uang berupa 2 dukat (emas atau perak yang diperjualbelikan di Eropa) per orang.

Iming-iming ini dinilai sangat menggiurkan, sehingga pembantaian yang terjadi sangat membabi buta. Para pembantai tak peduli siapa yang ia bunuh. Tua, muda, anak-anak, atau remaja dilibasnya, asalkan orang itu berasal dari etnis Tionghoa.

Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi, Saksi Bisu Perjuangan Rakyat Melawan Penjajah

JAKARTA – Gedung Juang 45 Bekasi menjadi salah satu tempat wisata sejarah yang menarik untuk dikunjungi. Gedung ini memiliki arsitektur yang unik dan menyimpan banyak cerita perjuangan rakyat Bekasi melawan penjajah Belanda dan Jepang.

Di dalam gedung ini, pengunjung dapat melihat berbagai koleksi foto, benda, dan dokumen sejarah yang berkaitan dengan Bekasi. Gedung ini juga dilengkapi dengan fasilitas digital yang memudahkan pengunjung untuk mempelajari sejarah Bekasi secara interaktif.

Gedung Juang Bekasi juga menjadi saksi bisu perkembangan Bekasi dari masa ke masa, mulai dari zaman kolonial, kemerdekaan, hingga masa modern. Gedung ini merupakan salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan dan dihargai oleh generasi muda. Berikut sejarah terbentuknya Gedung Juang 45 Bekasi.

Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi

Gedung Juang 45 Bekasi adalah sebuah bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan dan perkembangan Bekasi dari masa ke masa. Gedung ini dibangun oleh keluarga Khouw van Tamboen, seorang tuan tanah keturunan Tionghoa, pada awal abad ke-20.

Gedung ini memiliki dua tahap pembangunan, yaitu pada tahun 1906-1910 dan 1912-1925123. Setelah kematian Khouw Tjeng Kie, gedung ini diwariskan kepada anaknya, Khouw Oen Huy, hingga tahun 1942.

Gedung Juang kemudian menjadi pusat pertahanan rakyat Bekasi melawan penjajah Belanda, Jepang, dan sekutu. Gedung ini juga menjadi kantor Kabupaten Jatinegara dan Pusat Komando Perjuangan RI pada tahun 1945.

Dalam sejarahnya, gedung ini sempat jatuh ke tangan Belanda pada Agresi Militer I. Namun, karena perlawanan rakyat yang sangat kuat, gedung ini berhasil direbut kembali pada tahun 1949.

Seiring perkembangannya, gedung ini juga kemudian pernah digunakan sebagai kantor DPRD Tingkat II Bekasi, kampus Akademi Pembangunan Desa, Kantor Dinas Ketenagakerjaan, dan Kantor Damkar.

Akan tetapi saat ini Gedung Juang 45 Bekasi telah dialihfungsikan menjadi Museum Bekasi, yang menampilkan berbagai koleksi sejarah Bekasi dari sebelum dan sesudah kemerdekaan.

Di dalam museum ini, pengunjung dapat melihat foto-foto sejarah, ruang digital, ruang tiga dimensi, dan sejarah Kerajaan Tarumanegara yang pernah ada di Bekasi.

Museum ini juga memiliki ornamen gedung yang masih asli dan bernilai seni tinggi. Museum Gedung Juang dapat dikunjungi oleh siapa saja yang ingin mengenal lebih dekat sejarah perjuangan masyarakat Kota Bekasi.