HISTORY – Sejarah Kota Bogor, Dulu Bernama Buitenzorg

HISTORY – Sejarah Kota Bogor memiliki akar yang panjang dan kaya, dimulai dari masa prakolonial hingga zaman modern.

Pada masa kolonial Belanda, Kota Bogor disebut dengan nama Buitenzorg yang diartikan sebagai ‘bebas dari kesulitan’ atau ‘daerah tanpa kecemasan’.

Nama ini menunjukkan peran awal Kota Bogor sebagai tempat peristirahatan pada masa itu. Bagaimana sejarah Kota Bogor yang awalnya bernama Buitenzorg?

Awal mula Kota Bogor

Sejarah berdirinya Kota Bogor membawa kita kembali ke masa Kerajaan Nusantara, khususnya pada kehancuran Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1527.

Setelah keruntuhan Majapahit, di pulau Jawa hanya tersisa dua kerajaan Hindu, yakni Kerajaan Pajajaran dan Blambangan.

Pada 1546, Blambangan jatuh ke tangan Demak, sehingga menjadikan Pajajaran sebagai satu-satunya kerajaan Hindu yang masih tersisa di Jawa.

Kerajaan Pajajaran memiliki enam pelabuhan utama, yaitu Bantam (Banten), Pomdam (Pontang), Chequide (Cikande), Tamgaram (Tangerang), Calapa (Kalapa), dan Chemano (Cimanuk/Indramayu).

Meski memiliki jaringan kuat, wilayah luas dan banyaknya pelabuhan membuat pengawasan pusat menjadi tugas yang rumit.

Puncak dari kekuasaan Pajajaran terhenti ketika Banten merebut kendali pada 1579.

Kedatangan Banten membuat Kerajaan Pajajaran hancur dan hanya tersisa reruntuhannya.

Selain itu, terjadi juga tragedi pengusiran serta pembantaian penduduk Kerajaan Pajajaran. Kemudian, pada 1705, setelah perjanjian dengan Mataram, wilayah ini menjadi bagian dari kekuasaan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).

Akan tetapi, baru pada masa ini, tokoh seperti Letnan Tanujiwa muncul sebagai pemimpin koloni yang memberikan tanda awal terbentuknya kekuasaan kolonial.

Penggabungan distrik-distrik di Kabupaten Kampung Baru terjadi pada 1745.

Adapun Letnan Tanujiwa yang memimpin pada 1689-1705, menjadi figur awal dalam daftar bupati-bupati Kampung Baru menurut De Haan.

Pada tahun tersebut, sembilan kampung bergabung di bawah Kepala Kampung Baru yang bergelar demang, membentuk Kabupaten Bogor atau afdeling Buitenzorg.

Bogor yang sebelumnya menyimpan jejak kejayaan pelabuhan dan tragedi kehancuran, mulai membentuk citra baru sebagai entitas administratif kolonial yang berkembang.

Perkembangan Buitenzorg pada masa kolonial

Kota Bogor, awalnya dikenal sebagai Kampung Bogor, mengalami perkembangan signifikan ketika Gubernur Jenderal Baron van Imhoff mendirikan Istana Bogor yang kemudian menjadi tempat kedudukan resmi bagi Daendels.

Pada awalnya, Bogor dikenal dengan istilah “Buitenzorg” yang diartikan sebagai ‘bebas dari kesulitan’ atau ‘daerah tanpa kecemasan’ yang menunjukkan peran awal kota Bogor sebagai tempat peristirahatan.

Pada 1745, melalui keputusan Dewan Direksi VOC di Amsterdam, tanah di sekitar Buitenzorg dinyatakan sebagai eigendom atas usul Gubernur Jenderal van Imhoff.

Wilayah ini melibatkan puncak Gunung Gede, Puncak, Talaga Warna, Mega Mendung, Ciliwung, Muara Cihideung, hingga puncak Gunung Salak dan Gunung Gede.

Tanah ini cocok untuk perkebunan. Sisa-sisa perkebunan tersebut masih dapat ditemui di sepanjang jalur puncak.

Nama Bogor pertama kali muncul pada dokumen tertua tanggal 7 April 1752 yang menyebutkan Ngabei Raksacandra sebagai kepala Kampung Bogor di bawah kekuasaan Bupati Kampung Baru. Pada 1754, Bupati Kampung Baru memohon izin untuk menyewa tanah di Sukahati.

Pada 1760-an, pemerintahan ikut berpindah ke sana.

Daerah Sukahati kemudian dikenal sebagai Empang. Ketika pemerintah Hindia Belanda mengambil alih Jawa Barat, wilayah tersebut dibagi menjadi Jakarta dan Jakartrasche-Preanger-Regentschappen serta Kesultanan Cirebon dan Cheribonsche-Preanger-Regentschappen pada 1808.

Di bawah pemerintahan Daendels, dibuatlah jalan raya Anyer-Panarukan yang melalui Bogor dengan nama Groote Post Weg, bertujuan untuk mempercepat gerakan tentara dan mengangkut hasil bumi.

Jalan tersebut sekarang meliputi Ahmad Yani, Jenderal Sudirman, Ir. H. Juanda, Surya Kencana, Siliwangi, dan keluar Bogor melalui Raya Tajur.

Perkembangan Kota Bogor terus berlanjut pada masa pemerintahan Raffles dengan pembangunan Kebun Raya Bogor di halaman belakang Istana Bogor yang diresmikan pada 18 Mei 1817, atas prakarsa Prof. Dr. C.G.C. Reinwardt.

Pembentukan batas wilayah Bogor (Afdeling Buitenzorg)

Pada 1871, ibu kota Kabupaten Bogor, yang saat itu dikenal sebagai Afdeling Buitenzorg, memiliki batas wilayah yang jelas.

Sebelah utara membentang dari Pilar hingga jembatan Cipakancilan, sebelah barat dari jembatan Cipakancilan hingga jembatan di jalan kecil Batutulis.

Sementara itu, sebelah selatan membentang dari jalan kecil Batutulis hingga jalan besar (termasuk batas persil Sukasari sampai Ciliwung) dan sebelah timur membentang dari Ciliwung sampai persilangan Pilar.

Pada 1873, jalur kereta api Jakarta-Bogor dibuka menjadi upaya pemerintah Hindia Belanda untuk mengembangkan daerah sekitar Batavia.

Kebijakan desentralisasi

Pada awal abad ke-20, pemerintah Hindia Belanda membuat perubahan besar dengan mengeluarkan Undang-Undang Desentralisasi tahun 1903.

Salah satu hasilnya adalah pembentukan Gemeente Buitenzorg yang merupakan langkah menuju tata kelola modern di wilayah tersebut dan menggantikan sistem pemerintahan tradisional.

Pada 1905, terbentuk provinsi Jawa Barat yang mencakup 5 karesidenan, 18 kabupaten, dan kotapraja (staads gemeente), di mana Buitenzorg menjadi salah satunya.

Bogor pun akhirnya terbagi menjadi tiga kelompok permukiman, masing-masing untuk orang Eropa, Timur Asing, dan China.

Orang Eropa menempati wilayah utara Bogor, mulai dari Pal Putih hingga selatan Kebun Raya dan daerah Paledang.

Permukiman orang Timur Asing, terutama Arab dan pribumi, berlokasi di barat daya Bogor sejak pemerintahan Letnan Tanujiwa.

Sementara itu, permukiman orang China terletak di selatan Bogor, sepanjang selatan Kebun Raya.

Post Comment

You May Have Missed