History – Wilayah Binjai, Kota di Sumatera Utara yang Terkenal

HISTORY – Binjai adalah salah satu kota yang terletak di Provinsi Sumatera Utara , Indonesia. Kota ini memiliki sejarah panjang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor budaya, ekonomi, dan sosial.

Dalam perkembangannya, Binjai menjadi kota dengan aktivitas penting di wilayah tersebut. Mari menelusuri sejarah dan asal-usul Kota Binjai yang menarik ini.

Asal-usul Binjai Dahulu, Binjai dikenal sebagai kota yang berlokasi di antara dua sungai penting, yakni Sungai Mencirim di sisi timur dan Sungai Bingai di sisi barat. Daerah ini terletak di antara wilayah dua kerajaan Melayu, yakni Kesultanan Deli dan Kerajaan Langkat.

Berdasarkan cerita dari nenek moyang yang diwariskan melalui berbagai catatan sejarah, Binjai bermula sebagai kampung kecil yang terletak di tepi Sungai Bingai, tepatnya di daerah yang sekarang dikenal sebagai Kelurahan Pekan Binjai.

Upacara adat yang digelar ketika kampung tersebut pertama kali didirikan dilakukan di bawah naungan sebatang pohon Binjai (Mangifera caesia) yang rindang. Pohon tersebut memiliki batang yang sangat besar dan tumbuh subur di tepian Sungai Bingai. Di sekitar pohon Binjai mulai didirikan beberapa rumah untuk tempat tinggal. Seiring berjalannya waktu, rumah-rumah di daerah tersebut semakin banyak dan areanya semakin luas.

Daerah tersebut berkembang menjadi sebuah kota atau pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal tongkang yang datang dari daerah Stabat, Tanjung Pura, dan bahkan Selat Malaka. Seiring berjalannya waktu, pohon Binjai ini menjadi identifikasi yang erat dengan daerah tersebut.

Hingga akhirnya nama kota Binjai pun berasal dari nama pohon Binjai tersebut. Di sumber lain, asal-usul kata “Binjai” berasal dari kata “Binjéi,” yang mengandung arti dari kata “ben” dan “i-jéi” yang dalam bahasa Karo memiliki makna “bermalam di sini”.

Pemahaman ini diyakini oleh sebagian besar penduduk asli kota Binjai, terutama dari kelompok etnis Karo. Bukti kuat zaman dulu yang menunjukan Binjai adalah sebuah permukiman yang terletak di jalur yang digunakan oleh “Perlanja Sira”, pedagang dari Karo yang datang untuk barter dengan pedagang garam di Langkat.

Perjalanan jauh yang ditempuh Perlanja Sira memakan waktu lebih dari satu hari. Hal ini mengharuskan para pedagang Karo bermalam di tempat yang sama kala itu. Daerah yang menjadi lokasi bermalam para Perlanja Sira ini lambat laun dikenal sebagai Kuta Binjei atau yang saat ini dikenal sebagai Kota Binjai.

Sejarah Binjai Era Kolonial

Sejak tahun 1822, Binjai berubah menjadi sebuah bandar dan pelabuhan, menjadi tempat ekspor lada yang berasal dari perkebunan di daerah sekitar Ketapangai (Pungai). Pada tahun 1864, Belanda memulai usaha menanam tembakau di Daerah Deli, didorong oleh upaya pioner J. Nienkyis.

Ini akhirnya mengarah pada pendirian Deli Maatschappij pada tahun 1866. Pemerintah Belanda mencoba memecah belah daerah dengan memanfaatkan konflik antara datuk-datuk.

Namun, Datuk Kocik, Datuk Jalil, dan Suling Barat bersikeras menentang upaya ini, sementara Datuk Sunggal menolak memberikan tanah kepada perusahaan Rotterdenmy tanpa persetujuan. Di bawah kepemimpinan Datuk Sunggal, penduduk di Timbang Langkat (Binjai) membangun benteng pertahanan melawan pasukan Belanda.

Pada tanggal 17 Mei 1872, pertempuran hebat terjadi antara Datuk, masyarakat, dan pasukan Belanda. Peristiwa perlawanan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah dan dijadikan momen hari jadi Kota Binjai.

Semangat perjuangan datuk dan masyarakat terus berlanjut, dan pada tanggal 24 Oktober 1872, Belanda berhasil menangkap Datuk Kocik, Datuk Jalil, dan Suling Barat, kemudian mengasingkannya. Para Datuk itu kemudian dibuang ke Cilacap, Jawa Tengah pasca pertempuran hebat dengan Belanda.

Era Jepang

Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia yang dimulai pada tahun 1942, kepemimpinan di Binjai dipegang oleh Kagujawa, yang memimpin daerah tersebut selama dua tahun. Setelah itu, pada tahun 1944 hingga 1945, peranan kepemimpinan diambil alih oleh J Runnanbi, yang menjadi ketua Dewan Eksekutif.

Era Pasca Kemerdekaan Indonesia

Pasca kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, kepemimpinan pemerintahan Binjai dipegang oleh RM Ibnu. Pada tanggal 29 Oktober 1945, T Amir Hamzah diangkat menjadi Residen Langkat oleh Komite Nasional.

Seiring perkembangan waktu, Kota Binjai berkembang menjadi salah satu wilayah tingkat II di Provinsi Sumatera Utara. Setelah diadopsinya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1986, luas wilayah Kota Binjai diperluas menjadi 90,23 km persegi.

Post Comment