History – Perjanjian Roem-Royen: Diplomasi yang Mengukir Kemerdekaan
Jakarta – Tanggal 7 Mei diperingati sebagai Hari Perjanjian Roem Royen. Hari ini memperingati Persetujuan Roem Royen yang merupakan hasil perundingan antara Indonesia dengan Belanda yang berisi pernyataan damai dari kedua belah pihak.
Adanya peringatan nasional Hari Perjanjian Roem Royen setiap tanggal 7 Mei adalah dalam rangka memperingati lahirnya Perjanjian Roem Royen demi mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam rangka memperingati Hari Perjanjian Roem Royen, simak kembali sejarah di balik perundingan Indonesia-Belanda yang menghasilkan Perjanjian Roem Royen, seperti dikutip dari situs resmi Ensiklopedia Kemendikbudristek, berikut ini:
Sejarah di Balik Peringatannya
Perjanjian Roem Royen merupakan hasil perundingan antara Indonesia dengan Belanda di Hotel Des Indes Jakarta pada 14-24 April 1949. Perundingan tersebut dihadiri masing-masing ketua delegasi, yaitu Mohammad Roem dan Van Royen.
Perundingan tersebut diselenggarakan tidak bisa dilepaskan dengan perkembangan situasi di Indonesia terutama setelah keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949, yang mampu meyakinkan dunia bahwa Indonesia masih ada.
Pada 23 Maret 1949, Dewan Keamanan PBB menekan Belanda agar segera melaksanakan dan mematuhi Resolusi Dewan Keamanan PBB tentang pembebasan semua tahanan politik dan pengembalian pemerintah Indonesia ke Yogyakarta.
DK PBB kemudian memberikan mandat kepada UNCI. Pada 25 Maret 1949, UNCI mengirimkan undangan kepada pihak Indonesia dan Belanda untuk ikut serta dalam Konferensi di Jakarta yang diadakan di bawah pengawasan PBB.
Secara resmi, pertemuan di Jakarta berlangsung pada 14-24 April 1949 di Hotel Des Indes Jakarta. Perundingan ini menghasilkan perjanjian yang dikenal sebagai ‘Perjanjian Roem-Royen’ dan ditandatangani pada 7 Mei 1949.
Isi Perjanjian Roem Royen
Isi perjanjian tersebut sebenarnya merupakan pernyataan damai dari kedua belah pihak. Adapun isinya adalah:
Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan akan:
- Mengeluarkan perintah kepada “pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya.
- Bekerjasama mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
- Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat (NIS) dengan tidak bersyarat.
Delegasi Belanda menyatakan kesediaan akan:
- Menyetujui kembalinya Pemerintahan RI ke Yogyakarta.
- Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.
- Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh RI sebelum 19 Desember 1948, dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik.
- Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari NIS (Negara Indonesia Serikat).
- Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan sesudah pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.
Selanjutnya pada 2 Juni 1949, satu bulan setelah Perjanjian Roem Royen ditandatangani, wilayah Yogyakarta pun dilakukan pengosongan dan pembebasan tawanan dari tentara Belanda. Hal ini di bawah pengawasan UNCI dari DK PBB.
Perjanjian Roem Royen ini merupakan salah satu bentuk upaya dalam rangka mempertahankan kedaulatan NKRI dari tangan penjajah. Dengan adanya Hari Perjanjian Roem Royen adalah untuk memperingati perjuangan tersebut.
Post Comment