HISTORI >> KONFLIK ISRAEL – PALESTINA

Peta pendudukan Israel di Palestina, per Desember 2011

Konflik Israel dan Palestina
Bagian dari Konflik Arab–Israel
Tanggal 1948 – sekarang
(75 Tahun)
Lokasi Israel, Palestina
Hasil Masih berlangsung
Pihak terlibat
 Palestina

  •  PLO

 Fatah (Tepi Barat)
 Hamas (Jalur Gaza)

 Israel
Korban
51.000+ tewas (1965–2024)
Proses Perdamaian

Konferensi Madrid 1991 • Konferensi Annapolis • Perjanjian Perdamaian Camp David • Perjanjian Oslo I dan Oslo II • Protokol Hebron • Memorandum Sungai Wye • Memorandum Sharm El Sheikh • Pertemuan Camp David 2000 • Pertemuan Taba • Peta jalan damai

Konflik Israel–Palestina adalah konflik militer dan politik yang sedang berlangsung dari abad ke-19 hingga pada abad ke-21. Konflik ini merupakan salah satu konflik terpanjang yang masih berlangsung di dunia.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik sebagai bagian dari proses perdamaian Israel–Palestina, di mana upaya perdamaian ini juga merupakan upaya lain untuk menyelesaikan konflik Arab–Israel yang lebih luas.

Masalah utama dari konflik ini mencakup status kepemilikan Yerusalem, pemukiman Israel, perbatasan, keamanan dan hak atas air serta kebebasan bergerak Palestina dan hak kembali Palestina.

Konflik antara dua pihak ini berdampak besar bagi media internasional, di mana akibat dari konflik ini berbagai media luar negeri banyak membahas hak-hak bersejarah, masalah keamanan, dan hak asasi manusia di Palestina. Selain berdampak bagi media luar, konflik ini juga berdampak pada pariwisata, di mana terhambatnya akses umum ke wilayah-wilayah yang diperebutkan.

 Beberapa upaya perdamaian menyarankan solusi pembentukan dua negara, yang melibatkan pembentukan negara Palestina merdeka dari Israel di mana solusi ini dulunya banyak didukung oleh bangsa Yahudi.

 Namun, dukungan publik terhadap solusi dua negara yang sebelumnya mendapat dukungan dari warga Yahudi Israel dan Palestina, telah berkurang dalam beberapa tahun terakhir.

Latar belakang

Kembalinya beberapa nasionalis Arab-Palestina garis keras, di bawah kepemimpinan Haji Amin al-Husseini, dari Damaskus ke Mandat Palestina menjadi pertanda dimulainya perjuangan nasionalis Arab Palestina menuju pendirian pemukiman nasional bagi orang Arab di Palestina.

Amin al-Husseini, perancang gerakan nasional Arab Palestina menganggap gerakan nasional Yahudi dan imigrasi Yahudi ke Palestina merupakan satu-satunya musuh perjuangannya, dan pada saat itu mereka memulai kerusuhan besar-besaran terhadap orang-orang Yahudi pada awal tahun 1920 di Yerusalem, dan tahun 1921 di Jaffa.

 Salah satu akibat kekerasan tersebut adalah pembentukan pasukan paramiliter Yahudi bernama Haganah.

Pada tahun 1929, peristiwa kerusuhan ini mengakibatkan kematian 133 orang Yahudi dan 116 orang Arab, dengan banyak korban orang Yahudi di Hebron dan Safed, dan evakuasi orang Yahudi dari Hebron dan Gaza.

Kekerasan kembali terjadi dan berlanjut secara sporadis hingga awal Perang Dunia II berakhir yang memakan korban sekitar 5.000 orang, sebagian besar dari pihak Arab.

Berakhirnya Perang Dunia II membuat situasi di daerah Palestina menjadi tenang. Hal ini menyebabkan berubahnya situasi ke arah sikap yang lebih moderat di antara orang-orang Arab Palestina di bawah kepemimpinan klan Nashashibi dan bahkan pembentukan Resimen Yahudi-Arab Palestina di bawah komando Inggris, yang memerangi Jerman di Afrika Utara.

Namun, pihak al-Husseini yang lebih radikal di pengasingan cenderung tetap bekerja sama dengan Nazi Jerman, dan berpartisipasi dalam pembentukan strategi propaganda pro-Nazi di seluruh dunia Arab.

Kekalahan kaum nasionalis Arab di Irak dan relokasi al-Husseini ke Eropa yang diduduki Nazi mengikat mereka dalam operasi lapangan di Palestina secara teratur, menuntut agar Italia dan Jerman untuk  mengebom Tel Aviv.

Pada akhir Perang Dunia II, krisis mengenai nasib para penyintas Holocaust dari Eropa menyebabkan ketegangan baru antara Yishuv dan kepemimpinan Arab Palestina.

Kuota imigrasi ditetapkan oleh Inggris, sementara di sisi lain imigrasi ilegal dan pemberontakan Zionis terhadap Inggris semakin meningkat.

Pada tanggal 29 November 1947, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat Resolusi 181(II), sebuah rencana untuk membagi Palestina menjadi negara Arab, serta negara Yahudi dan Kota Yerusalem. Namun keesokan harinya pada tanggal 30 November 1947 Palestina dilanda kekerasan, yang berlanjut selama empat bulan, di bawah provokasi dan serangan Arab yang terus-menerus.

Liga Arab mendukung perjuangan Arab dengan membentuk Tentara Pembebasan Arab berbasis sukarelawan, mendukung Tentara Arab Palestina pada Perang Suci, di bawah kepemimpinan Abdul al-Qadir al-Husayni dan Hasan Salama. Di pihak Yahudi, perang saudara dikelola oleh milisi bawah tanah besar antara Haganah, Irgun dan Lehi  yang diperkuat oleh banyaknya veteran Yahudi yang ikut berpartisipasi pada Perang Dunia II dan sukarelawan asing.

 Pada musim semi tahun 1948, sudah terlihat jelas bahwa pasukan Arab hampir mengalami kehancuran total, sementara pasukan Yishuv memperoleh lebih banyak wilayah yang menimbulkan banyak masalah bagi para pengungsi Arab Palestina.

Sejarah

Sejarah dimulainya konflik Israel-Palestina berawal pada akhir abad ke-19, ketika Zionis berusaha mendirikan tanah air bagi orang-orang Yahudi di Palestina yang saat itu masih dikuasai oleh Ottoman, di mana saat itu diadakan sebuah deklarasi Balfour pada tahun 1917 yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris, untuk mendukung gagasan tanah air Yahudi di Palestina. Hal ini menyebabkan masuknya imigran Yahudi ke wilayah tersebut setelah Perang Dunia II dan Holocaust.

Saat itu dukungan secara internasional meningkat untuk pembentukan negara Yahudi di Palestina, yang mengarah pada pembentukan Israel pada tahun 1948.

Pembentukan Israel dan perang yang terjadi menyebabkan ratusan ribu warga Palestina mengungsi dan menjadi pengungsi, sehingga memicu konflik selama puluhan tahun antara Israel dan rakyat Palestina. Orang-orang Palestina berusaha untuk mendirikan negara merdeka mereka sendiri setidaknya di sebagian wilayah Palestina yang bersejarah.

Pertahanan Israel atas perbatasannya sendiri, kendali atas Tepi Barat, blokade Mesir-Israel di Jalur Gaza, dan politik dalam negeri Palestina saat ini menjadikan tujuan ini tidak dapat dicapai.

Berbagai perundingan untuk upaya perdamaian telah dilakukan selama bertahun-tahun, namun perjanjian damai yang langgeng masih sulit dicapai.

Konflik tersebut ditandai dengan kekerasan, termasuk serangan teroris oleh militan Palestina dan operasi militer oleh Israel.

Amerika Serikat dan negara-negara lain juga ikut serta memainkan peran penting dalam upaya menengahi perdamaian, namun masih banyak kendala yang dihadapi, termasuk masalah pemukiman Israel di Tepi Barat, status Yerusalem, dan nasib akhir para pengungsi Palestina.

Perang Israel dan negara-negara Arab tahun 1948 – 1949

Badan bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 Mei 1947 itu terdiri dari 11 negara, dan tanggal 31 Agustus 1947 di sidang umum PBB merekomendasikan pembagian wilayah Palestina dalam masa transisi, selama dua tahun dimulai pada tanggal 1 September 1947.

 Saat itu Inggris mengumumkan niatnya menyerahkan Mandat Palestina ke tangan PBB, setelah aksi kekerasan terus terjadi di wilayah tersebut. Akan tetapi, kelompok Zionis melancarkan serangan terus menerus kepada orang Inggris di wilayah itu.

Mereka menuntut dibukanya keran imigrasi untuk bangsa Yahudi, yang masih tertahan di kamp Holocaust Nazi Jerman.

Meskipun para pasukan Arab memerintahkan penduduk desa untuk mengungsi demi tujuan militer ke daerah terpencil, akan tetapi tidak ada bukti bahwa para pemimpin Arab menyerukan evakuasi dan bahkan sebagian besar mendesak warga Palestina untuk tetap tinggal di rumah mereka.

 ​​Penyerangan oleh Haganah terhadap pusat-pusat padat penduduk Arab seperti Jaffa dan Haifa serta pengusiran yang dilakukan oleh kelompok-kelompok seperti Irgun dan Lehi seperti di Deir Yassin dan Lydda menyebabkan kekacauan sebagian besar masyarakat Arab.

Perang tersebut menghasilkan kemenangan bagi Israel, dengan berhasilnya Israel mencaplok wilayah di luar perbatasan partisi untuk usulan negara Yahudi, serta merebut beberapa perbatasan yang diusulkan sebagai negara Arab Palestina.

1920-1948: Mandat Britania atas Palestina

  • Teks 1922: Mandat Palestina Liga Bangsa-bangsa
  • Mandat Britania atas Palestina
  • Revolusi Arab 1936-1939.

Revolusi Arab dipimpin Amin Al-Husseini. Tak kurang dari 5.000 warga Arab terbunuh. Sebagian besar oleh Inggris. Ratusan orang Yahudi juga tewas. Husseini terbang ke Irak, kemudian ke wilayah Jerman, yang ketika itu dalam pemerintahan Nazi.

  • Rencana Pembagian Wilayah oleh PBB 1947
  • Deklarasi Pembentukan Negara Israel, 14 Mei 1948.

Secara sepihak Israel mengumumkan diri sebagai negara Yahudi. Inggris hengkang dari Palestina. Mesir, Suriah, Irak, Libanon, Yordania, dan Arab Saudi menabuh genderang perang melawan Israel.

1948-1967

  • Perang Arab-Israel 1948
  • Persetujuan Gencatan Senjata 1949

3 April 1949. Israel dan Arab bersepakat melakukan gencatan senjata. Israel mendapat kelebihan wilayah 50 persen lebih banyak dari yang diputuskan dalam Rencana Pemisahan PBB.

Tahun 1968 hingga 1993

Pada bulan Juli 1968 para organisasi bersenjata non-negara seperti Fatah dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina berhasil memperoleh mayoritas suara di Dewan Nasional Palestina, serta perolehan suara di Dewan Nasional Palestina di Kairo pada tanggal 3 Februari 1969, di mana melalui perolehan suara itu pemimpin Fatah yakni Yasser Arafat terpilih sebagai ketua PLO.

 Sejak awal, organisasi ini menggunakan kekerasan bersenjata terhadap warga sipil dan militer selama konflik dengan Israel.

PLO mencoba mengambil alih penduduk Tepi Barat, namun Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mendeportasi mereka ke Yordania, di mana mereka mulai bertindak melawan pemerintahan Yordania, di mana 70% dari total warga Palestina di Yordania menyerang Israel berkali-kali menggunakan infiltrasi teroris serta menembakkan roket Katyusha, yang menyebabkan beberapa pembalasan dari Israel.

Pada akhir tahun 1960-an, ketegangan antara Palestina dan pemerintah Yordania meningkat pesat, di mana pada September 1970 terjadi bentrok berdarah militer antara Yordania dan organisasi bersenjata Palestina, di mana pada saat itu Raja Hussein dari Yordania beserta para pasukannya berhasil menumpas pemberontakan Palestina.

Selama konflik bersenjata itu, ribuan orang terbunuh, yang sebagian besar korbannya adalah warga Palestina.

 Pertempuran terus berlanjut hingga tahun 1982 PLO diusir ke Lebanon, di mana hal ini membuat PLO berhasil menguasai sebagian wilayah Lebanon.

Sejumlah besar warga Palestina berimigrasi ke Lebanon dengan puluhan ribu pengungsi Palestina yang sudah berada di sana.

Pusat kegiatan PLO kemudian beralih ke Lebanon, di mana mereka mendirikan pangkalan untuk melakukan serangan terhadap Israel dan melancarkan kampanye teror internasional, yang sebagian besar bertujuan untuk menculik pesawat perang Israel.

Daerah yang dikuasai oleh PLO itu dikenal oleh pers internasional dan penduduk lokal sebagai Tanah Fatah, yang menciptakan ketegangan dengan warga lokal Lebanon yang menyebabkan Perang Saudara Lebanon yang berlangsung sejak tahun 1975 hingga tahun 1990.

Perjanjian Oslo

Upaya perdamaian oleh Oslo

Upaya perdamaian di tanah Arab telah diupayakan oleh pemerintah dunia sejak tahun 1939. konflik yang terus berkepanjangan antara Palestina dan Israel bermula ketika perjanjian Camp David antara Mesir dan Israel tidak berjalan lancar.

Perjanjian Camp David yang disetujuai oleh pemerintah Mesir dan Israeal yang mengindikasikan pengembalian Semenanjung Sinai kepada Mesir dan pembahasan pembentukan pemerintahan otonomi di Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai masa depan Palestina dianggap gagal

Diwaktu yang sama, Israel menolak untuk melakukan negosiasi dengan PLO berujung dengan berbagai macam konflik seperti Perang Lebanon 1982 dan pembantaian di Kamp pengungsian Sabra dan Shatila pada 16 hingga18 September 1982.

Semakin memanasnya hubungan anatara Palestina juga ditandai dengan pecahnya perang intifada atau perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel di jalur Gaza, Tepi Barat dan Jersalem Timur pada tahun 1987.

Perjanjian damai antara Palestina dan Israel terus diupayakan untuk menekan terjadinya pelebaran konflik dengan beberapa perjanjian seperti perjanjian OSLO I dan OSLO II.

Perjanjian ini melingkupi kesepakatan yang ditandatangani oleh pemerintah Israel dan Palestina, yang diwakilkan dengan kepemimpinan Organisasi Pembebasan Palestina.

Pada bulan Agustus 1993, terungkap bahwa negosiasi rahasia di Oslo, Norwegia antara pejabat tinggi Israel dan Palestina telah menghasilkan perjanjian Israel-Palestina yang pertama.

Pembicaraan tersebut, yang dimulai beberapa bulan sebelumnya di bawah naungan Kementerian Luar Negeri Norwegia, dimulai secara informal dengan diplomat dan akademisi tingkat rendah Israel dan Palestina.

Namun seiring dengan semakin suksesnya penyusunan perjanjian, perundingan ditingkatkan dan segera dilakukan oleh pejabat tinggi Israel dan Palestina.

1993-2000: Proses perdamaian Oslo

Yitzhak Rabin dan Yasser Arafat berjabat tangan,dipantau oleh Bill Clinton, pada penandatanganan Persetujuan Oslo pada 13 September 1993
  • Kesepakatan Damai Oslo antara Palestina dan Israel 1993

13 September 1993. Israel dan PLO bersepakat untuk saling mengakui kedaulatan masing-masing. Pada Agustus 1993, Arafat duduk semeja dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Hasilnya adalah Kesepakatan Oslo. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa “memerintah” di kedua wilayah itu. Arafat “mengakui hak Negara Israel untuk eksis secara aman dan damai”. 28 September 1995, Implementasi Perjanjian Oslo Otoritas Palestina segera berdiri.

  • Kerusuhan terowongan Al-Aqsa

September 1996. Kerusuhan terowongan Al-Aqsa. Israel sengaja membuka terowongan menuju Masjidil Aqsa untuk memikat para turis, yang justru membahayakan fondasi masjid bersejarah itu. Pertempuran berlangsung beberapa hari dan menelan korban jiwa.

Situasi saat ini

Sejak Persetujuan Oslo, Pemerintah Israel dan Otoritas Nasional Palestina secara resmi telah bertekad untuk akhirnya tiba pada solusi dua negara. Masalah-masalah utama yang tidak terpecahkan di antara kedua pemerintah ini adalah:

  • Status dan masa depan Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur yang mencakup wilayah-wilayah dari Negara Palestina yang diusulkan.
  • Keamanan Israel.
  • Keamanan Palestina.
  • Hakikat masa depan Negara Palestina.
  • Nasib para pengungsi Palestina.
  • Kebijakan-kebijakan pemukiman pemerintah Israel, dan nasib para penduduk pemukiman itu.
  • Kedaulatan terhadap tempat-tempat suci di Yerusalem, termasuk Bukit Bait Suci dan kompleks Tembok (Ratapan) Barat.

Masalah pengungsi muncul sebagai akibat dari perang Arab-Israel 1948. Masalah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur muncul sebagai akibat dari Perang Enam Hari pada 1967.

Selama ini telah terjadi konflik yang penuh kekerasan, dengan berbagai tingkat intensitasnya dan konflik gagasan, tujuan, dan prinsip-prinsip yang berada di balik semuanya.

Pada kedua belah pihak, pada berbagai kesempatan, telah muncul kelompok-kelompok yang berbeda pendapat dalam berbagai tingkatannya tentang penganjuran atau penggunaan taktik-taktik kekerasan, anti kekerasan yang aktif, dll.

Ada pula orang-orang yang bersimpati dengan tujuan-tujuan dari pihak yang satu atau yang lainnya, walaupun itu tidak berarti mereka merangkul taktik-taktik yang telah digunakan demi tujuan-tujuan itu.

Lebih jauh, ada pula orang-orang yang merangkul sekurang-kurangnya sebagian dari tujuan-tujuan dari kedua belah pihak. Dan menyebutkan “kedua belah” pihak itu sendiri adalah suatu penyederhanaan: Al-Fatah dan Hamas saling berbeda pendapat tentang tujuan-tujuan bagi bangsa Palestina.

Hal yang sama dapat digunakan tentang berbagai partai politik Israel, meskipun misalnya pembicaraannya dibatasi pada partai-partai Yahudi Israel.

Mengingat pembatasan-pembatasan di atas, setiap gambaran ringkas mengenai sifat konflik ini pasti akan sangat sepihak. Itu berarti, mereka yang menganjurkan perlawanan Palestina dengan kekerasan biasanya membenarkannya sebagai perlawanan yang sah terhadap pendudukan militer oleh bangsa Israel yang tidak sah atas Palestina, yang didukung oleh bantuan militer dan diplomatik oleh A.S. Banyak yang cenderung memandang perlawanan bersenjata Palestina di lingkungan Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai hak yang diberikan oleh persetujuan Jenewa dan Piagam PBB. Sebagian memperluas pandangan ini untuk membenarkan serangan-serangan, yang sering kali dilakukan terhadap warga sipil, di wilayah Israel itu sendiri.

PLO Al-Fatah Hamas JIP
Berkas:Hamas logo.png
Lambang-lambang dari organisasi-organisasi utama Palestina termasuk peta wilayah Israel sekarang, Tepi Barat dan Jalur Gaza. (Sejumlah besar penduduk Palestina maupun Israel sama-sama mengklaim hak atas seluruh wilayah ini).

Demikian pula, mereka yang bersimpati dengan aksi militer Israel dan langkah-langkah Israel lainnya dalam menghadapi bangsa Palestina cenderung memandang tindakan-tindakan ini sebagai pembelaan diri yang sah oleh bangsa Israsel dalam melawan kampanye terorisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Palestina seperti Hamas, Jihad Islami, Al Fatah dan lain-lainnya, dan didukung oleh negara-negara lain di wilayah itu dan oleh kebanyakan bangsa Palestina, sekurang-kurangnya oleh warga Palestina yang bukan merupakan warga negara Israel. Banyak yang cenderung percaya bahwa Israel perlu menguasai sebagian atau seluruh wilayah ini demi keamanannya sendiri. Pandangan-pandangan yang sangat berbeda mengenai keabsahan dari tindakan-tindakan dari masing-masing pihak di dalam konflik ini telah menjadi penghalang utama bagi pemecahannya.

Sebuah poster gerakan perdamaian: Bendera Israel dan bendera Palestina dan kata-kata Salaam dalam bahasa Arab dan Shalom dalam bahasa Ibrani. Gambar-gambar serupa telah digunakan oleh sejumlah kelompok yang menganjurkan solusi dua negara dalam konflik ini.

Sebuah usul perdamaian saat ini adalah peta menuju perdamaian yang diajukan oleh Empat Serangkai Uni Eropa, Rusia, PBB dan Amerika Serikat pada 17 September 2002. Israel juga telah menerima peta itu namun dengan 14 “reservasi”. Pada saat ini Israel sedang menerapkan sebuah rencana pemisahan diri yang kontroversial yang diajukan oleh Perdana Menteri Ariel Sharon.

Menurut rencana yang diajukan kepada AS, Israel menyatakan bahwa ia akan menyingkirkan seluruh “kehadiran sipil dan militer… yang permanen” di Jalur Gaza (yaitu 21 pemukiman Yahudi di sana, dan 4 pemumikan di Tepi Barat), namun akan “mengawasi dan mengawal kantong-kantong eksternal di darat, akan mempertahankan kontrol eksklusif di wilayah udara Gaza, dan akan terus melakukan kegiatan militer di wilayah laut dari Jalur Gaza.

” Pemerintah Israel berpendapat bahwa “akibatnya, tidak akan ada dasar untuk mengklaim bahwa Jalur Gaza adalah wilayah pendudukan,” sementara yang lainnya berpendapat bahwa, apabila pemisahan diri itu terjadi, akibat satu-satunya ialah bahwa Israel “akan diizinkan untuk menyelesaikan tembok [artinya, Penghalang Tepi Barat Israel] dan mempertahankan situasi di Tepi Barat seperti adanya sekarang ini” .

Dengan rencana pemisahan diri sepihak, pemerintah Israel menyatakan bahwa rencananya adalah mengizinkan bangsa Palestina untuk membangun sebuah tanah air dengan campur tangan Israel yang minimal, sementara menarik Israel dari situasi yang diyakininya terlalu mahal dan secara strategis tidak layak dipertahankan dalam jangka panjang.

Banyak orang Israel, termasuk sejumlah besar anggota partai Likud—hingga beberapa minggu sebelum 2005 berakhir merupakan partai Sharon—kuatir bahwa kurangnya kehadiran militer di Jalur Gaza akan mengakibatkan meningkatnya kegiatan penembakan roket ke kota-kota Israel di sekitar Gaza.

Secara khusus muncul keprihatinan terhadap kelompok-kelompok militan Palestina seperti Hamas, Jihad Islami atau Front Rakyat Pembebasan Palestina akan muncul dari kevakuman kekuasaan apabila Israel memisahkan diri dari Gaza.

Korban

Korban sipil yang tewas akibat konflik Israel-Palestina, data berasal dari B’tselem dan Kementerian Luar Negeri Israel antara tahun 1987 hingga 2011
(angka dalam tanda kurung merupakan korban yang berusia di bawah 18 tahun)
Tahun Kematian
Palestina Israel
2011 118 (13) 11 (5)
2010 81 (9) 8 (0)
2009 1034 (314) 9 (1)
2008 887 (128) 35 (4)
2007 385 (52) 13 (0)
2006 665 (140) 23 (1)
2005 190 (49) 51 (6)
2004 832 (181) 108 (8)
2003 588 (119) 185 (21)
2002 1032 (160) 419 (47)
2001 469 (80) 192 (36)
2000 282 (86) 41 (0)
1999 9 (0) 4 (0)
1998 28 (3) 12 (0)
1997 21 (5) 29 (3)
1996 74 (11) 75 (8)
1995 45 (5) 46 (0)
1994 152 (24) 74 (2)
1993 180 (41) 61 (0)
1992 138 (23) 34 (1)
1991 104 (27) 19 (0)
1990 145 (25) 22 (0)
1989 305 (83) 31 (1)
1988 310 (50) 12 (3)
1987 22 (5) 0 (0)
Total 7978 (1620) 1503 (142)

 

Upaya perdamaian

Konflik masyarakat Israel dan Palestina ini menimbulkan beragam pandangan dan opini. Sejak awal konflik, korban konflik tidak hanya sebatas pada para pihak militer, namun banyak juga warga sipil menjadi korban akibat dari konflik ini.

Sebanyak 32% warga Yahudi Israel mendukung kemerdekaan Palestina dengan dibaginya wilayah berdasarkan garis ideologi. Akan tetapi banyak juga masyarakat yang mendukung mempertahankan status quo.

Sekitar 70% warga Palestina (65% di Jalur Gaza dan 35% di Tepi Barat), mendukung serangan bersenjata terhadap warga Israel di wilayah Israel sebagai cara untuk mencegah pendudukan warga Yahudi, sementara 30% lainnya mendukung pembagian dua negara adalah solusi yang tepat, karena Palestina tidak mungkin lagi melakukan perluasan daerah. Lebih dari dua pertiga warga Yahudi Israel mengatakan bahwa, jika Tepi Barat dianeksasi oleh Israel, warga Palestina yang tinggal di sana tidak boleh diizinkan untuk memilih.

Rasa saling tidak percaya dan perbedaan pendapat yang signifikan sangat erat kaitannya dengan isu-isu mendasar, begitu pula dengan skeptisisme timbal balik mengenai komitmen pihak lain untuk menegakkan kewajiban dalam perjanjian bilateral.

Sejak tahun 2006 pihak Palestina telah terpecah belah akibat konflik antara Fatah, di mana partai yang secara tradisional yakni Hamas (sebuah kelompok Islam militan yang menguasai Jalur Gaza) dominan dalam pemilu. Sejak saat itu, Hamas dan Israel telah berperang sebanyak lima kali, di mana perang yang terakhir terjadi pada tahun 2023.

Upaya untuk memperbaiki hal ini telah berulang kali dan terus berlanjut. Dua pihak yang melakukan perundingan langsung adalah pemerintah Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Perundingan resmi dimediasi oleh Kuartet Timur Tengah, yang terdiri dari PBB , Amerika Serikat, Rusia, dan Uni Eropa. Putaran terakhir perundingan perdamaian dimulai pada Juli 2013 namun terhenti pada tahun 2014.

Sejarah Singkat Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU): Latar Belakang, Tokoh, dan Tujuannya

History – 22/04/2024, 14:25 WIB

Lihat Foto Foto KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan pendiri Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur.(Tebuireng Online)

History – Nahdlatul Ulama (NU) tahun ini memasuki usia 100 tahun atau 1 abad apabila dihitung menurut penanggalan Hijriah.

Hingga berusia 1 abad, Nahdlatul Ulama (NU) masih dikenal masyarakat sebagai sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Nahdlatul Ulama (NU) diketahui berdiri pada 31 Januari 1926 M atau bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H.

Sejak awal berdirinya hingga saat ini, kontribusi Nahdlatul Ulama (NU) dalam pembangunan juga selalu terlihat dari waktu ke waktu.

Peran NU di berbagai bidang kehidupan termasuk keterlibatannya di ranah politik membuat makin dikenal dan diperhitungkan.

Jelang Hari Lahir (Harlah) NU yang selalu diperingati tiap 31 Januari, simak sejarah singkat berdirinya organisasi ini.

Latar Belakang Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU)

Melansir laman NU Online, para ulama pesantren Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) mendirikan jam’iyah atau organisasi NU di kediaman KH Abdul Wahab Chasbullah di Kertopaten.

Sebelumnya, KH Wahab Chasbullah juga pernah telah mendirikan organisasi pergerakan Nahdlatul Wathon atau Kebangkitan Tanah Air pada 1916.

Kemudian beliau juga mendirikan Nahdlatut Tujjar atau Kebangkitan Saudagar pada 1918. Kemudian pada tahun 1914 didirikanlah kelompok diskusi Tashwirul Afkar atau kawah candradimuka pemikiran yang juga disebut sebagai Nahdlatul Fikr atau kebangkitan pemikiran.

Pada saat mendirikan NU, para kiai juga mendiskusikan nama organisasi yang akan digunakan.

Serupa dengan nama kelompok sebelumnya, tersebutlah usulan nama Nuhudlul Ulama yang berarti kebangkitan ulama.

Namun, KH Mas Alwi Abdul Aziz kemudian mengusulkan nama Nahdlatul Ulama.

Alasannya, konsekuensi penggunaan kata nahdlatul adalah kebangkitan yang telah terangkai sejak berabad-abad lalu.

Hal ini mengingat bahwa Nahdlatul Ulama bukanlah hasil yang tiba-tiba mengingat ulama Aswaja memiliki sanad keilmuan dan perjuangan sama dengan ulama-ulama sebelumnya.

Hal inilah yang kemudian membuat organisasi NU sebagai kelanjutan dari komunitas dan organisasi-organisasi yang telah berdiri sebelumnya, dengan cakupan dan segmen yang lebih luas.

Tokoh yang Terlibat dalam Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU)

Pada hari bersejarah itu beberapa tokoh terlibat dalam pendirian organisasi NU antara lain:

  • KH Hasyim Asy’ari Tebuireng (Jombang, Jawa Timur)
  • KH Abdul Wahab Chasbullah (Tambakberas, Jombang, Jawa Timur)
  • KH Bishri Syansuri (Jombang, Jawa Timur)
  • KH Asnawi (Kudus, Jawa Tengah)
  • KH Nawawi (Pasuruan, Jawa Timur)
  • KH Ridwan (Semarang, Jawa Tengah)
  • KH Maksum (Lasem, Jawa Tengah)
  • KH Nahrawi (Malang, Jawa Tengah)
  • H. Ndoro Munthaha (Menantu KH Khalil) (Bangkalan, Madura)
  • KH Abdul Hamid Faqih (Sedayu, Gresik, Jawa Timur)
  • KH Abdul Halim Leuwimunding (Cirebon, Jawa Barat)
  • KH Ridwan Abdullah (Jawa Timur)
  • KH Mas Alwi (Jawa Timur)
  • KH Abdullah Ubaid dari (Surabaya, Jawa Timur)
  • Syekh Ahmad Ghana’im Al Misri (Mesir)

Adapun beberapa ulama lainnya yang juga hadir pada saat itu tak sempat tercatat namanya.

Substansi Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU)

Melansir laman Gramedia, berdirinya Nahdlatul Ulama tidak dapat dipisahkan dengan dukungan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Aswaja) yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma (keputusan ulama terdahulu).

Menurut K.H. Mustofa Bisri hal memiliki tiga substansi di dalamnya, yaitu:

  • Syariat Islam: sesuai dengan salah satu ajaran dari empat Madzhab (Hanafi, Maliki, Syafiy, Hanbali).
  • Perspektif tauhid (ketuhanan): mengikuti ajaran Imam Abu Hasan Almaty Ali dan Imam Abu Mansur Al Maturidi
  • Dasar-dasar Imam Abu Qosim Al Junaidi di bidang tasawuf Proses mengintegrasikan ide-ide Sunni berkembang. Cara berpikir Sunni di bidang ketuhanan bersifat eklektik: memilih pendapat yang benar. Hasan al-Bashri seorang tokoh Sunni terkemuka dalam masalah Qodariyah dan Qadariyah mengenai personel, memilih pandangan Qadariyah. Pendapat bahwa pelaku adalah kufur dan hanya keyakinannya yang masih tersisa (fasiq). Apa ide yang dikembangkan oleh Hasan AL Basri Belakangan justru direduksi menjadi gagasan Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Tujuan Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU)

Organisasi ini lantas berkembang ke sejumlah kota di Indonesia dengan berpegang pada beberapa tujuan.

Melansir laman Antara, dalam AD/ART NU tercantum bahwa tujuan NU adalah untuk menjaga berlakunya ajaran Islam yang menganut paham ahlussunnah wal jamaah (aswaja).

Lebih lanjut, Nahdlatul Ulama (NU) juga bertujuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta alam.

Hingga 96 tahun berdirinya NU, organisasi ini telah berkembang pesat dengan jejaring anggota dan pengurus yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air.

Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pertempuran Lima Hari di Semarang disulut ketika Kepala Laboratorium Malaria PURUSARA (Pusat Rumah Sakit Rakyat) dr. Kariadi ditembak oleh pasukan Jepang yang mencegatnya di Jalan Pandanaran saat akan memeriksa persediaan air minum di Jalan Wungkal, Candi Lama yang konon telah ditaburi racun oleh pasukan Jepang. Berita gugurnya dr. Kariadi dengan cepat tersebar dan akhirnya menyulut kemarahan warga Semarang. Keesokan harinya, 15 Oktober 1945, Mayor Kido Shinichiro memerintahkan sekitar 1.000 pasukan Jepang untuk melakukan penyerangan ke pusat Kota Semarang. Sementara itu, Pemuda di Semarang didukung Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menyambut kedatangan pasukan Jepang tersebut ke pusat kota. Pertempuran pun terjadi di empat titik di Semarang, yaitu di daerah Kintelan, Pandanaran, Jombang, dan Simpang Lima. Pertempuran diawali ketika pasukan Jepang bergerak melalui daerah Candi Lama kemudian menyerang markas TKR dan polisi di Jombang dan Bangkong, berhasil menangkap beberapa Pemuda di sana dan mengeksekusinya (Salawati &  Purnomo 2021: 187). Serangan tersebut dibalas oleh pihak Indonesia dengan membakar gudang amunisi Jepang.

Pertempuran meluas ke berbagai penjuru kota. Pasukan Jepang berhasil menduduki daerah Semarang Timur, Candi Lama dan Candi Baru, Simpang Lima, dan Pandanaran. Selanjutnya, TKR, Polisi Istimewa, dan Pemuda menyerbu pasukan Jepang yang berkedudukan di Pasar Johar dan kemudian berhasil menyelamatkan beberapa orang yang menjadi tawanan pasukan Jepang di Sekolah Kepandaian Putri di Sayangan. Pada 16 Oktober 1945, pasukan Jepang di bawah pimpinan Mayor Kido Shinichiro berhasil merebut Penjara Bulu dan melakukan eksekusi terhadap tawanan dalam skala besar, sembari terus melancarkan serangan lainnya (Siong 1996: 390–391). Keesokan harinya,  17 Oktober 1945, Gubernur Jawa Tengah, K.R.M.T. Wongsonegoro, dibawa ke Penjara Bulu untuk menyaksikan mayat-mayat pasukan Jepang yang terbunuh. Sesuai kesepakatan antara Presiden Sukarno dengan Panglima Legiun/Angkatan Darat ke-16 Jepang di Jawa, Gubernur K.R.M.T. Wongsonegoro mengumumkan adanya kesepakatan damai untuk menyelenggarakan genjatan senjata dengan pasukan Jepang.

Pertempuran terus terjadi di berbagai penjuru Kota Semarang hingga 19 Oktober 1945, di mana pasukan Jepang melakukan serangan untuk merebut pelabuhan. Pada saat itu, seluruh wilayah Semarang seperti kembali di bawah pendudukan Jepang (Tio 2002: 193). Pada hari yang sama, kapal yang mengangkut militer Britania HMS Glenroy berlabuh di Semarang dan menurunkan pasukan brigade Britania-India di bawah kepemimpinan Brigadir Jenderal Bethell sebagai pihak Sekutu. Kedatangan pasukan Sekutu, yang juga diboncengi oleh NICA (Nederlandsch Indische Civiele Administratie), tentunya bertujuan untuk mengurus tawanan perang dan pasukan Jepang yang masih berada di Jawa Tengah.

Pada akhirnya, setelah lima hari pertempuran di Semarang, pada 20 Oktober 1945, diadakan perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Kasman Singodimedjo dan R.M. Sartono, pasukan Jepang yang diwakili oleh Komandan Pasukan Jepang Letnan Kolonel Nomura, serta pasukan Sekutu yang diwakili oleh Brigadir Jenderal Bethell. Hasil perundingan tersebut adalah penghentian tembak menembak dan permusuhan serta pasukan Jepang diminta untuk membebaskan orang Indonesia yang ditawan dan tentara Jepang dikonsinyir pada markas mereka (Salawati & Purnomo, 2021: 187).

Sementara itu, pasukan TKR dan laskar-laskar lainnya mundur ke Jrakah, Tugu, Srondol, Mranggen dan Genuk untuk menghadapi perkembangan pertempuran lebih lanjut (Tio 2002: 193). Pihak Sekutu kemudian melucuti seluruh persenjataan dan menawan para pasukan Jepang pada hari yang sama. Dengan dilucutinya senjata pasukan Jepang, maka peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang pun resmi berakhir. Pertempuran tersebut diperkirakan membawa korban jiwa sekitar 500-850 orang Jepang dan sekitar 2.000 orang Indonesia, terutama di Semarang (Ricklefs 2007: 436). Peristiwa Pertempuran Lima Hari ini kemudian dikenang dengan pembangunan “Tugu Muda” di daerah Simpang Lima, Kota Semarang, yang diresmikan pada 20 Mei 1953, oleh Presiden Republik Indonesia, Sukarno.

Kerusuhan Mei 1998 Fakta, Data & Analisa : Mengungkap Kerusuhan Mei 1998 Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

Pengungkapan Kerusuhan Mei 1998 secara tuntas merupakan utang sejarah bangsa Indonesia. Karena pada peristiwa Mei 1998 telah menelan ribuan korban jiwa,menggoncangkan dunia dan mencoreng keberadaan bangsa Indonesia.

Kejadian Mei 1998 sudah 15 tahun berlalu. Berjalannya waktu ternyata tidak membuat orang lupa dengan kejadian yang memakan banyak korban tersebut. Kejadian Mei 1998 ditempatkan pada sebuah titik sejarah hitam bagi perjalanan bangsa Indonesia.

Korban berjatuhan dengan jumlah ribuan orang. Kerugian materi, fisik maupun psikis sama sekali tidak dapat dihindari. Indonesia porak poranda setelah kejadian Mei 1998. Namun, sampai saat ini tidak terungkap siapa dalang dibalik kejadian Mei 1998.

Kenyataan ini membuat banyak orang meluapkan opini mereka tentang Mei 1998 yang sampai saat ini masih dipertanyakan kebenarannya. Ketidakjelasan dalang dibalik kejadian Mei 1998 ini membuat masyarakat terutama keluarga korban masih tidak dapat menerima dan terus menuntut ditegakkannya keadilan bahkan sampai setelah 15 tahun kejadian tersebut berlalu.

Kejadian Mei 1998 terus mengundang pertanyaan dibenak masyarakat. Hal ini membuat masyarakat semakin haus dan liar.

Banyak gelembung-gelembung opini yang akhirnya muncul ke permukaan mengenai

MUSEUM TRAGEDI MEI 1998 DI JAKARTA
Jessica Julianti dan Rony Gunawan S., ST., MT. Prodi Arsitektur, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya E-mail: jessicajulianti07@gmail.com; rgsunaryo@gmail.com JURNAL eDIMENSI ARSITEKTUR Vol. II, No. 1, (2014) 52-59 53 kejadian Mei 1998.

Apa penyebab yang sebenarnya? Apakah krisis moneter dan kesenjangan sosial? Apakah benar isu rasialisme yang melanda? Ataukah politik terselubung? Pertanyaan-pertanyaan ini selalu muncul setiap tahun peringatan Mei 1998 disertai dengan membumbungnya opini masyarakat.

Sampai saat ini, masyarakat masih cenderung percaya dengan adanya pembelokan fakta masa lalu bahwa kejadian Mei 1998 terjadi karena isu rasialisme.

Terlepas dari semua hal mengenai kejadian Mei 1998, terdapat realita dimana museum saat ini layak menjadi sorotan.

Kurangnya pengembangan museum sebagai wadah pembelajaran sejarah turut menjadi pertimbangan penting dalam penentuan proyek museum.

Museum saat ini mulai ditinggalkan pengunjung karena dianggap kuno dan tidak mampu lagi menarik minat pengunjung sehingga perlu diadakannya perubahan bangunan museum untuk dapat kembali menjadi media pembelajaran yang lebih baik.

Pemilihan proyek museum ini mencoba mengubah museum dari sekedar tempat display benda sejarah menjadi bangunan yang mampu bercerita melalui desain arsitekturalnya.

Adanya semua hal yang melatarbelakangi proyek Museum Tragedi Mei 1998 ditarik dalam sebuah topik dimana museum akan dikemas untuk menceritakan kejadian Mei 1998 sebagai bukti perjuangan menuju Reformasi.

Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei-15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain.

Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Hal inipun mengakibatkan penurunan jabatan Presiden Soeharto, serta pelantikan B. J. Habibie.

Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa—terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa[1].

Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Medan dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut[2][3].

Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia.

Tak hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita Martadinata Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya.

Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis. Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan “Milik pribumi” atau “Pro-reformasi” karena penyerang hanya fokus ke orang-orang Tionghoa.

Beberapa dari mereka tidak ketahuan, tetapi ada juga yang ketahuan bukan milik pribumi. Sebagian masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan peristiwa Kristallnacht di Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal yang sistematis atas mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.

Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang dianggap kunci dari peristiwa kerusuhan Mei 1998.

Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak dapat ditemukan atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, tetapi pernyataan ini dibantah oleh banyak pihak.

Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini.

Namun umumnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap orang Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi apakah kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.

Sejarah Istana Bogor: Dibangun oleh Belanda & Sempat Hancur Akibat Gempa 1834

HISTORY
Kamis, 18 April 2024 14:00 WIB

Jakarta – Istana Bogor atau yang sering disebut Istana Kepresidenan merupakan bangunan yang dipakai oleh pemerintah Indonesia sebagai kantor urusan kepresidenan. Istana Bogor juga menjadi kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.

Namun, tahukah kamu bahwa istana ini dulunya dibangung oleh pejabat tinggi Belanda?
Istana Kepresidenan Bogor berada di Jalan Ir. H. Juanda No.1, Kelurahan Paledang, Kecamatan Kota Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jaraknya kurang lebih 60 kilometer dari Ibu Kota Jakarta.

Istana ini menempati lahan seluas sekitar 28.86 hektar dan berada di ketinggian 290 meter dari permukaan laut. Letaknya yang berada di Bogor, membuat istana memiliki udara yang tergolong selalu bersih dan segar.

Dibangun oleh Pejabat Tinggi Belanda untuk Tempat Istirahat

Dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara, Istana Kepresidenan Bogor dulunya bukanlah sebagai kantor pemerintahan pejabat tinggi. Pada masa pendudukan Belanda, orang-orang Belanda yang bekerja di Batavia (Jakarta) mencari tempat untuk dihuni sebagai tempat istirahat.

Orang-orang Belanda menganggap bahwa kota Batavia terlalu ramai dan panas, sehingga mereka perlu mencari tempat yang sejuk di luar Batavia.

Hal ini juga dilakukan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada masa itu yakni G.W. Baron van Imhoff (1745-1750). Ia turut mencari tempat peristirahatan di luar Batavia.

Akhirnya, ia berhasil menemukan sebuah tempat yang strategis di sebuah kampung bernama Kampong Baroe, pada 10 Agustus 1744.

Lokasi tersebut kemudian dipilih oleh Gubernur Jenderal van Imhoff untuk dibangun sebuah tempat peristirahatan. Pembangunan bangunan bakal istana sendiri dimulai pada 1745.

Diberi Nama Buitenzorg & Sketsa Mirip Istana di Inggris

Nama Istana Bogor bukanlah nama yang dipakai sejak awal. Gubernur Jenderal van Imhoff kala itu memberi nama yakni Buitenzorg, yang artinya bebas masalah/kesulitan.

Penamaan Buitenzorg ini juga termasuk wilayah perkampungan di sekitarnya, yang kini dikenal sebagai kota Bogor.

Tak hanya memberi nama, dia juga memikirkan bentuk bangunannya akan seperti apa. Gubernur Jenderal van Imhoff membuat sketsa bangunan dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Marlborough, dekat kota Oxford di Inggris.

Pejabat tinggi pemerintahan Belanda tersebut memang dikenal sebagai orang yang rajin membangun gedung. Sayangnya, untuk pembangunan Buitenzorg, ia tak bisa mendampingi sampai selesai.

Sebab, masa jabatannya sebagai Gubernur Jenderal berakhir pada 1750. Ia diganti oleh Gubernur Jenderal Jacob Mossel (1750-1761).

Sempat Hancur karena Perang dan Gempa Bumi 1834

Pada 1750-1754, Istana Buitenzorg yang belum rampung dibangun sepenuhnya, justru mengalami rusak berat. Penyebabnya adalah pemberontakan perang Banten di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang.

Kala itu, pasukan-pasukan Banten menyerang Kampong Baroe dan membakarnya. Namun, pemberontakan itu berakhir dan mereka terpaksa harus tersingkir dan bahkan perang tersebut mengakibatkan Kesultanan Banten menjadi rampasan.

Nasib Istana Buitenzorg yang sudah rusak berat kemudian diperbaiki kembali dengan tetap mempertahankan arsitekturnya.

Pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Willem Daendels (1808-1811), salah satu bagian dalam Istana Buitenzorg mengalami perombakan, dengan memberikan penambahan lebar baik ke sebelah kiri maupun ke sebelah kanan gedung.

Perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826). Di tengah-tengah gedung induk didirikan menara dan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya, yang peresmiannya dilakukan pada 18 Mei 1817. Kebun Raya tersebut kini dikenal dengan Kebun Raya Bogor.

Setelah banyak perubahan, Istana Buitenzorg kembali dihadapkan pada kerusakan. Pada 10 Oktober 1834, terjadi gempa bumi dan membuat istana mengalami rusak berat.

Pembangunan Istana Buitenzorg Selesai pada 1861 dan Jadi Istana Presiden RI pada 1950

 

Setelah mengalami kehancuran akibat gempa, akhirnya bangunan sisa Buitenzorg dirobohkan dan dibangun kembali.

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist (1851-1856), istana dibangun dengan satu tingkat dan mengambil arsitektur Eropa Abad IX.

Selain itu, dibangun pula dua buah jembatan penghubung Gedung Induk dan Gedung Sayap Kanan serta Sayap Kiri yang dibuat dari kayu berbentuk lengkung.

Istana Buitenzorg baru selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861). Sembilan tahun kemudian, tepatnya pada 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda.

Namun, kala masa pendudukan Jepang dimulai, Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer secara terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang.

Tak lama berselang ,pada akhir Perang Dunia II, akhirnya Indonesia menyatakan kemerdekaannya dan Jepang bertekuk lutut kepada tentara Sekutu.

Sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) menduduki Istana Buitenzorg seraya mengibarkan Sang Saka Merah Putih.

Buitenzorg yang namanya kini menjadi Istana Kepresidenan Bogor diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia pada akhir 1949.

Baru setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia, tepatnya pada Januari 1950.

Sejarah Lubang Buaya dan Asal Usulnya, Mengapa Disebut Lubang Buaya?

HISTORY
Rabu, 17 April 2024 11:24 WIB

Jakarta – Sejarah Lubang Buaya dikenal sebagai tempat pembuangan tujuh jenazah korban pemberontakan G30S PKI. Seperti diketahui, aksi G30S PKI terjadi pada tanggal 30 September 1965.

Oleh karena itu, setiap tanggal 30 September diperingati sebagai Hari G30S PKI. Berikut penjelasan selengkapnya soal sejarah Lubang Buaya.

Sejarah Lubang Buaya, Ini Lokasinya

Lokasi Lubang Buaya berada di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Lubang Buaya menjadi tempat pembuangan perwira Angkatan Darat yang menjadi korban G30S PKI. Tubuh mereka dimaksukkan ke dalam lubang kecil, sehingga lebih dari satu orang menumpuk di dalamnya.

Para korban yang sudah dievakuasi dari Lubang Buaya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.

 

Sejarah Lubang Buaya dikenal sebagai tempat pembuangan tujuh jenazah korban pemberontakan G30S PKI. Aksi G30S PKI terjadi pada tanggal 30 September 1965.
Sejarah Lubang Buaya dikenal sebagai tempat pembuangan tujuh jenazah korban pemberontakan G30S PKI. Aksi G30S PKI terjadi pada tanggal 30 September 1965. (Foto: Agung Pambudhy)

Mengapa Disebut Lubang Buaya? Ini Asal Usulnya

Mengutip dari situs Perpustakaan Badan Standarisasi Nasional (BSN), lokasi tersebut diberi nama Lubang Buaya karena masyarakat sekitar mempercayai sebuah legenda yang menyebutkan ada banyak buaya putih yang hidup di dekat sungai kawasan tersebut. Para buaya itu juga membuat lubang sebagai tempat berkumpul. Oleh karena itu, lokasi tersebut dinamakan Lubang Buaya.

Lubang Buaya saat peristiwa G30S PKI adalah pusat pelatihan milik Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat ini, di tempat tersebut berdiri Lapangan Peringatan Lubang Buaya yang berisi Monumen Pancasila, sebuah museum hingga sumur kecil tempat para korban G30S PKI dibuang.

Selain itu, terdapat rumah yang menjadi tempat ke tujuh Pahlawan Revolusi disiksa dan dibunuh. Ada juga mobil jadul yang digunakan untuk mengangkut para korban pemberontakan G30S PKI.

Daftar Pahlawan Revolusi yang Dibuang di Lubang Buaya

Ada tujuh Pahlawan Revolusi yang menjadi korban pemberontakan G30S PKI. Setelah diculik, mereka disiksa, dibunuh, kemudian jenazahnya dimasukkan ke dalam Lubang Buaya secara bertumpuk. Adapun nama-nama tujuh Pahlawan Revolusi tersebut, di antaranya:

  • Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani
  • Mayor Jenderal Raden Soeprapto
  • Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono
  • Mayor Jenderal Siswondo Parman
  • Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan
  • Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo
  • Lettu Pierre Andreas Tendean.

Apakah 30 September 2022 Libur?

Setelah mengetahui sejarah Lubang Buaya, muncul pertanyaan apakah tanggal 30 September 2022 libur? Tanggal 30 September 2022 diperingati sebagai Hari G30S PKI. Berdasarkan SKB 3 Menteri Tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2022, tidak ada tanggal merah di bulan September 2022. Hal tersebut menandakan tanggal 30 September 2022 bukan tanggal merah, hanya diperingati sebagai Hari G30S PKI.

Kisah Pertama Kali Emas Ditemukan di Papua dan Masuknya Freeport

HISTORY
Selasa, 14 April 2024 14:20 WIB

Jakarta – pengambil alihan saham PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga 51% telah dimulai. Hal ini ditandai dengan penandatangan Head of Agreement (HoA) dalam rangka pengambilalihan saham PTFI kemarin.

Namun, patut diketahui adanya PTFI di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Adanya PTFI tak lepas dari penemuan salah satu satu tambang terbesar di dunia tersebut. Bagaimana ceritanya?

Hal itu bermula dari kejengkelan Jean Jacques Dozy yang saat itu membaca berita dari sebuah surat kabar. Saat itu, Dozy sedang berada di markas Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM), Babo, Papua Barat, pertengahan 1936.

Hal yang membuat jengkel Dozy kala itu ialah berita jika Jepang ingin mendaki Puncak Cartensz di Papua Barat. Kejengkelan itu beralasan, jika orang Jepang menjadi yang pertama mencapai Puncak Cartensz, bisa dipastikan mereka akan memperluas wilayah jajahannya.

Dia bersama dua rekannya, AH Colijn dan Franz Wissel tak ingin hal itu sampai terjadi.

“Sehingga disepakati bahwa mereka sebagai orang Belanda harus menjadi orang pertama yang mendaki Gunung Cartensz,” kata Greg Poulgrain dalam buku karyanya ‘The Incubus of Intervention, Conflicting Indonesia Strategies of John F Kennedy and Allen Dulles’ seperti pernah dikutip detikcom, Rabu (5/9/2017).

Dozy bekerja di NNGPM sebagai kepala ahli geologi minyak dan bumi. Sementara, Colijn adalah manajer anak perusahaan Royal Ducth Shell yang dalam ekspedisi ke Puncak Cartensz ditetapkan sebagai pemimpin rombongan.

Lalu, Wissel merupakan pilot angkatan laut Belanda yang kemudian bekerja di Perusahaan Minyak Batavia atau Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Dia ditempatkan di Kalimantan untuk melakukan pemetaan udara. Sebelum ekspedisi, terlebih dahulu dilakukan survei udara. Jalur ekspedisi direncanakan dari pesawat.

“Suatu hari ketika kami mendapat pesawat udara amfibi tua jenis Sikorsky, kami melakukan penerbangan pengintaian dan melihat pegunungan, dan perlahan-lahan, satu per satu rencana mulai dikembangkan,” kata Dozy kepada Poulgrain pada 1982.

Pada 23 Oktober 1936, Colijn dan Dozy meninggalkan Babo dengan Kapal Albatros menuju Aika, wilayah terisolir yang menjadi gudang Timah. Sementara Wissel menerjunkan pasokan logistik di Aika dengan dibantu sejumlah kuli pengangkut barang.

Mereka bertiga kemudian mendaki Puncak Cartensz. Ada 38 orang dari Kalimantan yang menemani ketiganya. Namun hanya beberapa yang kuat bertahan karena memang medan yang terjal.

Di ketinggian 4.000 meter, ketiganya yakni Dozi, Colijn dan Wissel mencapai padang rumput sesuai dengan yang mereka lihat saat survei melalui udara.

“Di situlah Dozy menemukan singkapan pegunungan yang dinamai Erstberg,” tulis Poulgrain.

Kepada Poulgrain, Dozy mengatakan bahwa, tidak ada batu lain di Erstberg kecuali bijih. Dalam kondisi basah dan dingin di ketinggian itu, bau bijih bisa dirasakan hingga di seluruh pedesaan bahkan saat gunung belum terlihat.

Sekitar dua kilometer dari Erstberg, Dozy dan kawan-kawan menemukan Gerstberg yang kemudian digambarkan sebagai tempat penyimpanan emas terbesar di dunia. Pada 5 Desember 1936 mereka bertiga mencapai Puncak Cartensz.

Selanjutnya, mereka kembali di Babo tepat pada 25 Desember 1936. Hasil temuan Dozy, Colijn dan Wissel tersebut kemudian disusun dalam sebuah laporan yang disimpan di salah satu perpustakaan di Belanda. Petinggi pemerintah Belanda maupun elite perusahaan minyak kala itu menyimpan rapat-rapat temuan tersebut.

Hingga pada 1959 Direktur Eksplorasi Freeport Sulphur Company, Forbes Wilson bertemu dengan Jan Van Gruisen, Managing Director Oost Maatchappij, perusahaan Belanda yang mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara.

Tonton juga ‘RI Siap Lahap 51% Saham Freeport, Jokowi Curhat Alotnya Negosiasi’:

Setahun kemudian Freeport melakukan ekspedisi ke Cartensz dipimpin Forbes Wilson & Del Flint. Mereka menjelajah Ertsberg. Wilson menuangkan hasil survei tersebut dalam buku berjudul, ‘The Conquest of Cooper Mountain’.

Menurut Poulgrain pengakuan bahwa Freeport mendapatkan laporan Dozy soal emas Papua dari perpustakaan di Belanda tidak benar.

“Orang yang membuat Forbes Wilson tertarik dengan temuan Dozy ya keluarga dekat Dozy,” kata dia saat bedah bukunya tersebut di Kantor LIPI, jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (5/9/2017).

Tahun 1967 pemerintah Indonesia dan Freeport Sulphur, yang kini menjadi Freeport McMoran menandatangani kontrak karya pertambangan pertama. Freeport mendapat hak melakukan penambangan di Irian Barat.

Mengupas Sejarah Konflik Laut China Selatan yang Panas

 

JAKARTA – Laut China Selatan merupakan salah satu wilayah perairan strategis dengan potensi sumber daya alam yang menggiurkan. Pada riwayatnya, kawasan tersebut telah banyak mendapat klaim dari negara-negara di sekitarnya dan saling diperebutkan.

Secara geografis, Laut China Selatan (LCS) berbatasan dengan beberapa negara. Sebut saja seperti China, Brunei, Filipina, Taiwan, Vietnam hingga Malaysia.

Pada garis besarnya, konflik Laut China Selatan menyeret sejumlah negara, termasuk China. Pada lawannya, Beijing menghadapi negara-negara seperti Taiwan, Filipina hingga Vietnam yang juga mengklaimnya.

Lebih jauh, apa sebenarnya yang mendasari sengketa Laut China Selatan (LCS) ini? Simak ulasannya berikut.

Sejarah Konflik Laut China Selatan

Mengulik Sejarah Konflik Laut China Selatan yang Panas
Laut China Selatan

Pada riwayatnya, Laut China Selatan (LCS) merupakan jalur pelayaran yang penting. Tak hanya itu, wilayah tersebut juga memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah.

Melihat ke belakang, awal mula konflik LCS bisa ditelusuri sejak 1279. Mengutip laman Beyond The Horizon, Selasa (2/1/2024), kala itu China menggambar peta wilayah pengaruhnya, termasuk memasukkan juga seluruh area Laut China Selatan.

Pada perkembangannya, kendali atas wilayah tersebut sempat berpindah-pindah. Salah satu momen terbesar dari sejarah konflik LCS terjadi pada 1947.

Waktu itu, China membuat sebuah peta Laut China Selatan dengan 9 garis putus-putus. Tak hanya itu, mereka juga mengajukan klaim bahwa wilayah yang masuk “sembilan garis titik” itu telah menjadi bagian teritorialnya.

Lebih jauh, pemerintah China waktu itu semakin memperkuat klaimnya atas dasar sejarah. Mereka menyebut haknya sudah ada sejak berabad-abad lalu ketika rangkaian pulau Paracel dan Spratly dianggap menjadi bagian integral dari China.

Kendati banyak ditentang, Beijing tetap kukuh mempertahankan klaim tersebut. Mereka bahkan sempat menolak untuk memperjelas batasan garis wilayahnya dan tidak menerima klaim dari negara-negara lainnya.

Sejak itu, ketegangan semakin meningkat di Laut Cina Selatan. Terlepas dari tindakan China, negara-negara lain di sekitar LCS jelas menolak klaim Beijing atas wilayah tersebut.

Setelahnya, mulai terjadi sejumlah gesekan dan pertempuran sebagai akibat dari konflik LCS ini. Masalah paling serius dalam beberapa dekade terakhir setidaknya melibatkan China dengan Vietnam dan Filipina.

Demikian ulasan mengenai sejarah konflik Laut China Selatan yang bisa diketahui.

Sejarah Candi Borobudur, Peninggalan Kerajaan Syailendra yang Jadi Warisan Dunia

History
Selasa, 09 April 2024 01:20 WIB

Jakarta – Candi borobudur dibangun sekitar abad ke 8-9 masehi, yakni pada masa kerajaan Syailendra. Salah satu peninggalan budaya terbesar di dunia ini terletak di Kota Magelang, Jawa Tengah.
Keberadaan candi Borobudur secara geografis terletak di antara beberapa pegunungan dan terdapat di sekitar aliran sungai Progo dan Elo.

Istilah Borobudur adalah ucapan yang sering diucapkan Buddha setelah adanya pergeseran bunyi, hingga menjadi Borobudur. Penjelasan lain pun mengatakan bahwa kata Borobudur berasal dari bara dan beduhur. Bara berarti vihara dan beduhur berarti tinggi.

Sejarah Candi Borobudur

Memuliakan Buddha Mahayana
Mengutip buku Kearifan Lokal Jawa Tengah: Tak Lekang Oleh Waktu oleh Retno Susilorini, dijelaskan bahwa filosofi dari bangunan candi Borobudur bisa dilihat dari relief Karmawibhangga yang menggambarkan kehidupan manusia dan memberikan petunjuk pendirinya yakni Raja Samaratungga yang berkuasa pada tahun 782-812 masehi.

Candi yang dibangun pada masa kejayaan Wangsa Syailendra dan didirikan oleh Samaratungga ini bertujuan untuk memuliakan Buddha Mahayana sebagai kepercayaan yang banyak dianut masyarakat pada waktu itu.

Penemuan dan Pemugaran Candi Borobudur

Penemuan candi borobudur sendiri berawal dari perjalanan yang dilakukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles ke kota Semarang.

Kala itu, ia menemukan informasi bahwa di kawasan Kedu (karesidenan yang meliputi Magelang), ada beberapa susunan batu bergambar yang ditutupi semak belukar.

Kemudian pada tahun 1835, Raffles mengutus Cornelius untuk meninjau dan membersihkan bangunan tersebut bersama Residen Kedu.

Adapun pemugaran bagian Arupadhatu (puncak candi) dilakukan oleh Theodore Van Erp pada tahun 1907-1911.

Pemugaran lanjutan dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan UNESCO pada tahun 1973 – 1983. Pemugaran yang dilakukan berfokus pada bagian candi di bawah arupadhatu yang dibersihkan dan dikembalikan ke posisi semula.

Bentuk Bangunan Candi Borobudur

Bangunan candi Borobudur dibedakan menjadi tiga bagian yakni Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.

1. Kamadhatu adalah bagian tingkat pertama hingga tingkat ketiga dari candi Borobudur. Bagian Kamadhatu memiliki relief karmawibhangga yang menggambarkan hukum pada umat manusia.

2. Rupadhatu adalah bagian tingkat keempat hingga keenam candi yang memiliki relief Lalitavistara dan Jatakamala yang menggambarkan kisah hidup sang Buddha.

3. Arupadhatu atau bagian atap candi tingkat ketujuh hingga kesepuluh. Pada bagian ini tidak ada relief namun memiliki banyak stupa yang menggambarkan pencapaian sempurna umat manusia.

Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia

Candi Borobudur ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO, pada konferensi 15 di Perancis, untuk ditinjau dan diawasi.

Untuk melakukan peninjauan secara khusus warisan dunia ini, pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran candi Borobudur yang diketuai oleh Prof. Ir. Roosseno. UNESCO pun menyediakan sebesar 5 juta dolar AS untuk pemugaran candi Borobudur.

Pemugaran tersebut kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1973 dan terjadi hingga tahun 1984. Kemudian pada tahun 1991, candi Borobudur secara resmi ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.

Sejarah Pembangunan Monas [Monumen Nasional]

Menomen ini terletak persis di Pusat Kota Jakarta. Tugu Monas merupakan tugu kebanggaan bangsa Indonesia, selain itu monas juga menjadi salah satu pusat tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga Indonesa baik yang dijakarta maupun di luar Jakarta. Tujuan pembangunan tugu monas adalah untuk mengenang dan mengabadikan kebesaran perjuangan Bangsa Indonesia yang dikenal dengan Revolusi 17 Agustus 1945, dan juga sebagai wahana untuk membangkitkan semangat patriotisme generasi sekarang dan akan datang.

Monas mulai dibangun pada bulan Agustus 1959. Keseluruhan bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Pada tanggal 17 Agustus 1961, Monas diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dan mulai dibuka untuk umum sejak tanggal 12 Juli 1975.

Tugu Monas punya ciri khas tersendiri, sebab arsitektur dan dimensinya melambangkan kias kekhususan Indonesia. Bentuk yang paling menonjol adalah tugu yang menjulang tinggi dan pelataran cawan yang luas mendatar. Di atas tugu terdapat api menyala seakan tak kunjung padam, melambangkan keteladanan semangat bangsa Indonesia yang tidak pernah surut berjuang sepanjang masa.

Bentuk dan tata letak Monas yang sangat menarik memungkinkan pengunjung dapat menikmati pemandangan indah dan sejuk yang memesona, berupa taman di mana terdapat pohon dari berbagai provinsi di Indonesia. Kolam air mancur tepat di lorong pintu masuk membuat taman menjadi lebih sejuk, ditambah dengan pesona air mancur bergoyang.

Di dekat pintu masuk menuju pelataran Monas itu juga nampak megah berdiri patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda. Patung yang terbuat dari perunggu seberat 8 ton itu dikerjakan oleh pemahat Italia, Prof Coberlato sebagai sumbangan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario di Indonesia.

Gagasan Pembangunan Monas

Gagasan awal pembangunan Monas muncul setelah sembilan tahun kemerdekaan diproklamirkan. Beberapa hari setelah peringatah HUT ke-9 RI, dibentuk Panitia Tugu Nasional yang bertugas mengusahakan berdirinya Tugu Monas. Panitia ini dipimpin Sarwoko Martokusumo, S Suhud selaku penulis, Sumali Prawirosudirdjo selaku bendahara dan dibantu oleh empat orang anggota masing-masing Supeno, K K Wiloto, E F Wenas, dan Sudiro.

Panitia yang dibentuk itu bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembangunan Monas yang akan didirikan di tengah lapangan Medan Merdeka, Jakarta . Termasuk mengumpulkan biaya pembangunannya yang harus dikumpulkan dari swadaya masyarakat sendiri.

Setelah itu, dibentuk panitia pembangunan Monas yang dinamakan ”Tim Yuri” diketuai langsung Presiden RI Ir Soekarno. Melalui tim ini, sayembara diselenggarakan dua kali. Sayembara pertama digelar pada 17 Februari 1955, dan sayembara kedua digelar 10 Mei 1960 dengan harapan dapat menghasilkan karya budaya yang setinggi-tingginya dan menggambarkan kalbu serta melambangkan keluhuran budaya Indonesia.

Dengan sayembara itu, diharapkan bentuk tugu yang dibangun benar-benar bisa menunjukan kepribadian bangsa Indonesia bertiga dimensi, tidak rata, tugu yang menjulang tinggi ke langit, dibuat dari beton dan besi serta batu pualam yang tahan gempa, tahan kritikan jaman sedikitnya seribu tahun serta dapat menghasilkan karya budaya yang menimbulkan semangat kepahlawanan.

Oleh Tim Yuri, pesan harapan itu dijadikan sebagai kriteria penilaian yang kemudian dirinci menjadi lima kriteria meliputi harus memenuhi ketentuan apa yang dinamakan Nasional, menggambarkan dinamika dan berisi kepribadian Indonesia serta mencerminkan cita-cita bangsa, melambangkan dan menggambarkan “api yang berkobar” di dalam dada bangsa Indonesia, menggambarkan hal yang sebenarnya bergerak meski tersusun dari benda mati, dan tugu harus dibangun dari benda-benda yang tidak cepat berubah dan tahan berabad-abad.

Namun, dua kali sayembara digelar, tidak ada rancangan yang memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan panitia. Akhirnya, ketua Tim Yuri menunjuk beberapa arsitek ternama yaitu Soedarsono dan Ir F Silaban untuk menggambar rencana tugu Monas. Keduanya arsitek itu sepakat membuat gambarnya sendiri-sendiri yang selanjutnya diajukan ke ketua Tim Yuri (Presiden Soekarno), dan ketua memilih gambar yang dibuat Soedarsono.

Dalam rancangannya, Soedarsono mengemukakan landasan pemikiran yang mengakomodasi keinginan panitia. Landasan pemikiran itu meliputi kriteria Nasional. Soedarsono mengambil beberapa unsur saat Proklamasi Kemerdekaan RI yang mewujudkan revolusi nasional sedapat mungkin menerapkannya pada dimensi arsitekturnya yaitu angka 17, 8, dan 45 sebagai angka keramat Hari Proklamasi.

Bentuk tugu yang menjulang tinggi mengandung falsafah “Lingga dan Yoni” yang menyerupai “Alu”sebagai “Lingga” dan bentuk wadah (cawan-red) berupa ruangan menyerupai “Lumpang” sebagai “Yoni”. Alu dan Lumpang adalah dua alat penting yang dimiliki setiap keluarga di Indonesia khususnya rakyat pedesaan. Lingga dan Yoni adalah simbol dari jaman dahulu yang menggambarkan kehidupan abadi, adalah unsur positif (lingga) dan unsur negatif (yoni) seperti adanya siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, merupakan keabadian dunia.

Bentuk seluruh garis-garis arsitektur tugu ini mewujudkan garis-garis yang bergerak tidak monoton merata, naik melengkung, melompat, merata lagi, dan naik menjulang tinggi, akhirnya menggelombang di atas bentuk lidah api yang menyala. Badan tugu menjulang tinggi dengan lidah api di puncaknya melambangkan dan menggambarkan semangat yang berkobar dan tak kunjung padam di dalam dada bangsa Indonesia.

Proses Pembangunan Monas

Pembangunan tugu Monas dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu tahap pertama (1961-1965), kedua (1966-1968), dan tahap ketiga (1969-1976). Pada tahap pertama pelaksanaan pekerjaannya dibawah pengawasan Panitia Monumen Nasional dan biaya yang digunakan bersumber dari sumbangan masyarakat.

Tahap kedua pekerjaannya masih dilakukan dibawah pengawasan panitia Monas. Hanya saja, biaya pembangunannya bersumber dari Anggaran Pemerintah Pusat c.q Sekertariat Negara RI. Pada tahap kedua ini, pembangunan mengalami kelesuan, karena keterbatasan biaya.

Tahap ketiga pelaksanaan pekerjaan berada dibawah pengawasan Panitia Pembina Tugu Nasional, dan biaya yang digunakan bersumber dari Pemerintah Pusat c.q Direktorat Jenderal Anggaran melalui Repelita dengan menggunakan Daftar Isian Proyek (DIP).

Ruang museum sejarah yang terletak tiga meter dibawah permukaan halaman tugu memiliki ukuran 80X80 meter. Dinding serta lantai di ruang itu pun semuanya dilapisi batu marmer. Di dalam ruangan itu, pengunjung disajikan dengan 51 jendela peragaan (diorama) yang mengabadikan sejarah sejak jaman kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia, perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia hingga masa pembangunan di jaman orde baru. Di ruangan ini pula, pengunjung juga dapat mendengar rekaman suara Bung Karno saat membacakan Proklamasi.

Ruang Kemerdekaan

Sementara di ruang kemerdekaan yang berbentuk amphitheater terletak di dalam cawan tugu, terdapat empat atribut kemerdekaan meliputi peta kepulauan Negara RI , Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika, dan pintu Gapura yang berisi naskah Proklamasi Kemerdekaan.

Di pelataran puncak tugu yang terletak pada ketinggian 115 meter dari halaman tugu memiliki ukuran 11X11 meter, pengunjung dapat mencapai pelataran itu dengan menggunakan elevator (lift-red) tunggal yang berkapasitas sekitar 11 orang.

Di pelataran yang mampu menampung sekitar 50 orang itu juga disediakan empat teropong di setiap sudut, dimana pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Jakarta dari ketinggian 132 meter dari halaman tugu Monas.

Lidah api yang terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton dengan tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter, terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Seluruh lidah api dilapisi lempengan emas seberat 35 kilogram, dan kemudian pada HUT ke-50 RI, emas yang melapisi lidah api itu ditambah menjadi 50 kilogram.